BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Vasopresin
atau Arginen Vaso Previn (APV) adalah Anti Diuretik Hormon (ADH) yang bekerja
melalui reseptor-reseptor tubuli distal dari ginjal untuk menghemat air dan
mengonsentrasikan urin dengan menambah aliran osmotik dari lumina- lumina ke
instrumen medular yang membuat kontraksi otot polos. Dengan demikian ADH
memelihara konstannya osmolaritas (konsentrasi larutan) dan volume dalam tubuh
(Syaifuddin,2009).
ADH
berfungsi sebagai homeostasis tubuh ketika terjadi dehidrasi, bila cairan
ekstrasel terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari
sel osmoresepsor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf
dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH. Begitu pula sebaliknya, bila cairan
ekstrasel terlalu encer, air bergerak melalu osmosis dengan arah berlawanan
masuk kedalam sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf untuk menurunkan
sekresi ADH (Syaifuddin,2009).
Fungsi
ADH dalam tubuh berkaitan erat dengan tingkat hidrasi dalam tubuh, maka jika
seseorang mengalami gangguan pada sekresi vasopresinnya akan menimbulkan
dehidrasi pada penderita. Salah satu penyebab terjadinya penyakit ini adalah
kelainan fungsi pada kelenjar hipofisis.
Kelenjar
hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh manusia, kelenjar ini
mengatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium dan testis,
kontrol laktaso, kontrol uterine sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang yang
linier dan mengatur osmolaritas dan volume dari cairan intravaskular dengan memelihara
resorpsi cairan di ginjal.
Penyebab
yang muncul pada penyakit Diabetes Insipidus ini adalah Tumor Pituitari atau
disebut juga tumor hipofisis, yaitu pertumbuhan abnormal yang berkembang
dikelenjar hipofisis di otak, hampir selalu noncancerous (jinak). Maklah ini
akan membahas tentang Diabetes Insipidus dan Tumor Pituitari /Hipofisis.
1.2 Tujuan
Penulisan
A. Tujuan
khusus
Mahasiswa
mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kepada pasien dengan Diabetes
Insipidus dan Tumor Pituitari/Hipofisis
B. Tujuan
Umum
1. Mahasiswa
mampu memahami tentang gambaran penyakit Diabetes Insipidus dan Tumor
Pituitari/Hipofisis
2. Mahasiswa
mampu melakukan pengkajian terhadap pasien Diabetes Insipidus dan Tumor
Pituitari
3. Mahasiswa
mampu melakukan tindakan keperawatan yang tepat sesuai dengan NIC/NOC
1.3 Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan adalah metode studi pustaka. Studi pustaka yang dimaksud adalah
mencari informasi tentang kelainan
sistem endokrin, yaitu Tumor Hipofisis dan Diabetes Melitus yang akan dibahas.
1.4 Sistematika
Penulisan
Sistematika
dalam penulisan Makalah yaitu :
BAB
I : Berisi tentang Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan
Sistematiak Penulisan.
BAB
II : Berisi tentang konsep penyakit itu sendiri yang terdiri dari pengertian,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan penatalaksanaan medis. Selain
itu terdapat juga konsep dasar Asuhan Keperawatan
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1
Konsep Dasar Penyakit
2.1.1
.Definsi Penyakit
A.
Tumor Pituitary
Kelenjar Hipofisis medula kelenjar
yang sangat penting bagi tubuh manusia, kelenjar inimengatur fungsi dari
kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium dan testis, kontrol laktasi,
kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang yang linear, dan
mengatur osmolaritas dan volume dari cairan intravaskular dengan memelihara
resorpsi cairan diginjal. Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus
anterior dan lobus posterior, pada lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 tipe
sel yang memproduksi 6 hormon peptida. Sedangkan pada lobus posterior dilepaskan
2 macam hormon peptida. Pituitary tumor, pertumbuhan abnormal yang berkembang
di kelenjar hipofisis di otak, hampir selalu noncancerous (jinak)
Sebagian besar tumor hipofisis
(adenomas) tidak menyebar di luar tengkorak (nonmetastastic) dan biasanya masih
terbatas pada kelenjar pituitari atau didekatnya jaringan otak. Pituitary tumor
cukup umum dan sering didiagnosis melalui scan MRI yang dilakukan untuk alasan
lain.
Tumor hipofisis biasanya tidak bersifat ganas meskipun
lokasinya penting dan efeknya terhadap produksi hormone oleh organ target dapat
mengakibatkan kematian. Tumor kelnjar hipofisis terdiri atas tiga tipe umatam
yang menggambarkan pertumbuhan berlebih pada sel-sel esinophil,sel-sel
basofil,atau sel-sel kromofob (yaitu sel-sel yang tidak memiliki afinitas
terhadap zat warna elsinofilik atau basofilik).
B.
Diabetes Insipidus
Diabetes
Insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan dan di akibatkan oleh
berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme refleks neurobytkysealrenal
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengonsumsi air (daldionu et al
cit suparman,1987).
Diabetes insipidus merupakan suatu
penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi yang disebabakan oleh
defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai
hipofisis posterior dan merupakan idiopatik (hamcock,1999).
Diabetes
Insipidus merupakan kegagalan dari proses homeostasis. ADH yang berkaitan
dengan disfungsi aksis hipotalamus-Hipofise yang mengalami penekanan di daerah
supra sella.
Diabetes
insipidus merupakan kelainan pada lobu posterior hipofisis yang di sebabkan
oleh defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti deuretik (ADH). Kelainan
ini ditandai oleh rasa haus yang sangat (polydipsia) dan pengeluaran urine yang
encer dengan jumlah yang besar. Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder
akibat trauma kepala, tumor otak, atau operasi ablasi atau penyinaran pada
kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat pula terjadi bersama infeksi system
saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor (misalnya, kelainan
metastatic, limfoma dari payudara atau paru). Penyebab diabeters insipidus yang
lain adalah kegagalan tubulus renal untuk beraksi terhadap ADH; bentuk
nefrogenik dari diabetes insipidus dapat berkaitan dengan keadaan hipoklemia, hiperkalsemia
dan penggunaan sejumlah obat (misalnya, lithium, demeclocyclin).
2.1.2
Etiologi
A.
Tumor Pituitary
Penyebab
tumor hipofisis tidak di ketahui. Seabgian besar di
duga tumor hipofisis hasil dari perubahan pada DNA dari satu sel, menyebabkan
perrtumbuhan sel yang tidak terkendali. Cacat genetic, sindroma neoplasia
endokrin multipel tipe 1 di kaitkan dengan tumor hipofisis. Namun, account
cacat ini hanya sebagain kecil dari kasus- kasus tumor hipofisis. Selain itu,
tumor hipofissis di dapat dari penyebaran ( metastasis) dari kanker situs lain.
Kanker payudara pada wanita dan kankeer paru2 pada pria merupakan kanker yang
paling umun yang paling umum untuk menyebar ke kelenjar pituitary. Kanker
lainnya yang menyebar ke kelenjar pituitary termasuk kanker ginjal, kankeer
prostat, dan melamona, dan kanker pencernaan.
B.
Diabetes insipidus
1. Diabetes
insipidus yang sensitif terhadap fasovresin
a. Bentuk
idiopatik (bentuk non familiar dan familiar).
b. Pascahipofisektomi
c. Trauma
( fraktur dasar tulang tengkorak).
d. Tumor
(karsinoma metastasis, karnioparingioma, kistasupraselar, pincaloma)
e. Granuloma
(sarpoid, tb, sifilis):
1) Infeksi(meningitis,
ensefalitis, syindrom lendry-gilain-barre’s)
2) Vaskuler
(trombosis atau perdarahan serebral, aneorisma serebral, nekrosis pospartum
atau syimdrom sheehenis)
3) Mistiositosis
(granuloma eosinofilis, penyakit sebuler-christiem).
2. Diabetes
insipidus nekrotik yang didapat :
a. Penyakit
ginjal kronis (penyakit ginjal polikistis, penyakit medullary, cystic,
pielonefritis, obstruksi uretral, gagal ginjal lanjut)
b. Gangguan
elektrolit (hipotallumia, hiperkalsemia)
c. Obat-obatan
(litium, demetoheksamid, tolazamid, propoksifen, glikusid, vinblastin,
kalkisin)
d. Penyakit
sickle-cell.
e. Gangguan
diet (intake air yang berlebihan, penurunan intake NaCl, penurunan intake
protein)
f. Lain-lain
(multiple mieloma, amiloidosis, penyakit sjogren’s, sarkoidosis).
2.1.3
Anatomi-Fisiologi
A.
Tumor Pituitary
a.
Anatomi
Suatu kelenjar endokrin yang terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan
penting dalam sekresi hormone dari semua organ-organ endokrin. Dapat di
katakana sebagai kelenjar pemimpin, sebeb hormone-hormon yang di hasilkannya
dapat mempengaruhi pekerjaan kelenjar lainnya. Kelenjar hipofise terdiri dari
dua lobus, yaitu :
1.
Lobus anterior
Lobus
anterior (adenohipofise) yang di hasilkan sejumlah hormone yang bekerja sebagai
zat pengendali produksi dari semua organ endokrin yang lain.
a)
Hormon
somatotropik, mengendalikan pertumbuhan tubuh.
b)
Hormon
tirotropik, mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon
tiroksin.
c)
Hormon
adrenokortikotropik (ACTH), mengendalikan kelenjar suprarenal dalam
menghasilkan kortisol yang berasal dari kortek kelenjar suprarenal.
d)
Hormon
gonadotropik berasal dari follicle stimulating hormon (FSH) yang merangsang
perkembangan folikel graaf dalam ovarium dan pembentukan spermatozoa dalam
testis.
e)
Luteinizing
hormon (LH), mengendalikan sekresi estrogen dan progesterone dalam ovarium dan
testosterone dalam testis.
f)
Intertstilial
cell stimulating hormon (ICSH).
2.
Lobus posterior
Lobus
posterior disebut juga neurohipofise, mengeluarkan dua jenis hormon:
a)
Hormon anti
diuretic (ADH), mengatur jumlah air yang keluar melalui ginjal, membuat
kontraksi otot polos ADH di sebut juga hormon pituitary.
b)
Hormon
oksitoksin merangsang dan menguatkan kontraksi uterus sewaktu melahirkan dan
mengeluarkan air susu sewaktu menyusui. Kelenjar hopofise terletak di dasar
tengkorak, di dalam fosa hipofise tulang sfenoid.
b.
Fisiologi
Fungsi kelenjar hipofise dapat di atur oleh susunan saraf
pusat melalui hipotalamus. Pengaturan dilakukan oleh sejumlah hormon yang di
hasilkan oleh hipotalamus akibat rangsangan susunan saraf yang berasal dari
hipotalamus, kecepatan sekresi hormon berbeda-beda. Berbagai hormon yang ada
dalam darah dapat menghambat dan mempercepat rangsangan dari hipotalamus.
Hormon-hormon hipotalamus menghasilkan bermacam-macam
hormon yang masuk dalam darah di alirkan pembuluh darah di dalam tubuh untuk
mencapai organ yang dituju. Sel-sel di dalam hipotalamus akan dipengaruhi oleh
kerja hormon yang di hasilkan oleh kelenjar endokrin lain.
B.
Diabetes Insipidus
a.
Anatomi &
Fisiologi
Sebagai gangguan pada metabolism air, diabetes
insipidus terjadi karena defisiensi hormon pasofresin (yang juga dinamakan
antidiuretic hormone) yang beredar di dalam darah. Diabetes insipidus hipofisis
di sebabkan defisiensi vasopressin dan diabetes nefrogenik terjadi karena
resistensi tubulus renal terhadap vasopressin. Diabetes insipidus ditandai oleh
asupan cairan yang berlebihan dan polyuria hipotonik. Penurunan kadar ADH
menimbulkan perubahan control cairan intrasel dan ekstrasel sehingga terjadi
ekskresi sejumlah besar urine.
Gangguan tersebut dapat dimulai pada segala usia dan
sedikit lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Insidensinya agak lebih tinggi tinggi pada saat ini ketimbang di masalalu.
Diabetes insipidus tanpa komplikasi mempunyai
prognosis yang baik dengan terapi sulih air yang memadai, dan biasanya pasien
dapat hidup secara normal.
2.1.4
Patofisologi
A.
Tumor Pituitary
Kemajuan
biologi molekuler membuktikan tumor ini berasal dari monokloal, yang timbul
dari mutasi sel tunggal diikuti oleh ekspansi klonal. Neoplasia hipofisis
merupakan proses multi- step yang meliputi disregulasi pertumbuhan sel atau
proliferasi, diferensiasi dan produksi hormon. Ini terjadi sebagai hasil
aktifasi fungsi onkogen setelah inaktifasi gen tumor superior. Proses aktivasi
fungsi onkogen merupakan hal yang dominan, karenanya gangguan allel tunggal
dapat menyebabkan perubahan fungsi sel.
Inaktifasi
tumor supresor bersifat resesif, karenanya kedua gen allel harus terlibat untuk
mempengaruhi fungsi seluler. Heterogenitas defek genetic ditemukan pada adenoma
hipofisis sesuai dengan proses neoplastic multi step. Abnormalitas protein G,
penurunan ekspresi protein nm23, mutasi ras gen, delesi gen p53, 14 q, dan
mutasi, kadar c-myc onkogen yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan adenoma
kelenjar hipofisis.
Penelitian
in vitro membuktikan peranan estrogen dalam menginduksi terjadinya hyperplasia
hipofisis dan reflikasi laktotroph. Terbukti produksi PTTG (pituitary tumor
transforming gene) menyebabkan transformasi aktivitas dan menginduksi sekresi
dasar bFGF, sehingga memodulasi angiogenesis hipofisis dan formasi tumor. PTTG
ini diinduksi oleh estrogen.
B.
Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus berhubungan dengan insufiensi ADH
yang menimbulkan polyuria dan polydipsia. Ada tiga bentuk diabetes insipidus,
yaitu: neurogenic, nefrogenik, dan psikogenik.
Diabetes
insipidus neurogenic atau sentral merupakan respons ADH yang tidak adekuat
terhadap osmolaritas plasma dan terjadi ketika terdapat lesi organic pada
hipotalamus, pedikulus infundibularis, atau hipofisis posterior yang secara
parsial atau total menyekat sintesis, transfortasi, atau pelepasan ADH. Ada
banyak lesi organic yang dapat menyebabkan diabetes insipidus dan lesi tersebut
meliputi tumor otak, hipofisektomi, aneurisma, thrombosis, fraktur cranium,
infeksi, serta gangguan imunologi. Diabetes insipidus neurogenic memiliki
awitan yang akut.
2.1.5
Manifestasi Klinik
A.
Tumor Pituitary
1.
Adenoma
hipofisis non fngsional :
a.
nyeri kepala
b.
karena peluasan
tumor ke area suprasela, maka akan menekan ciasmeoptikum, timbul ganngguan lapang
padang bitemporal. Karena selaput
nasal inferior yang terletak pada askep inferior dari ciasma optikum melayani
lapang pandang bagian temporal superior ( wilbrand’s knee ), maka yang pertama
kali terkena adalah lapang pandang kuadran Quadrandt bitemporal superior.
Selanjutnya kedua papil akan menjadi atrophi.
c.
Tumor yang
tumbuh perlahan akan memyebabkan gangguan fungsi hipofisis yang progressif
dalam beberapa bulan atau beberapa tahun berupa:
1)
Hypotiroidism, tidak tahan dingin myxedema, rambut yang
kasar
2)
Hypoadrenalism, hipotensi artostatik, cepat lelah
3)
Hypogonadism, amenorrhea ( wanita), kehilangan libido
dan kesuburan.
2.
Adenoma
fungsional :
a.
Adenoma yang bersekresi prolactin
1)
Hyperprolaktinemia
pada wanita di dahului amenorho, galactorhoe, kemandulan dan osteoporosis.
2)
Pada laki- laki
biasanya asimptomatik atau timbul impotensi atau daya seksual yang menurun.
Karena perbedaan gejala tersebut maka tumor ini pada laki- laki biasanya di
temukan jika sudaj menimbulkan efek kompresi pada struktur yang berdekatan.
3)
Adenoma yang
bersekresi growth hormone
Gejala timbul secara gradual karena pengaruh
meningginya kadar GH secara kronik. Dari sejumlah kasus menunjukan bahwa gejala
yang timbul karena efek komprrsi local dari masa tumor, bukan Karena gangguan
somatiknya. Gejala ini berupa :
a)
ukuran sepatu
dan baju membesar
b)
lalu timbul
visceromegalli
c)
muka yang kasar
dan skin tags yaitu perubahan pada cutis dan jaringan subcustisyang lambat
berupa fibrous hyperplasia terutama ditemukan pada jari-jari, bibir. Telingga
dan lidah. Adanya skin tags ini penting karena hubungannya dengan keganasan
pada kolon.
b.
Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH )
kecuali untuk yang bersekresi TSH, yang menunjukan gejala :
1)
Hypertiroidism
glycoprotein secreting adenoma memberika gejala yang spesifik sehubungan dengan
hipersekresinya, sehingg adenoma ini biasanya baru ditemukan sesudah memberikan
efek komprensi pada struktur didekatnya seperti chiasma optikum atau tangkai
hipofisis.
2)
Hipertiroid
disebabkan oleh TSH adenoma berbeda dengan graves disease, graves disease
merupakan penyakit yang diturunkan, dimana terdapat resitensi yang efektif
tedapat hormon tiroid yang menyebabkan pengaruh umpan baik negative dari hormon
tiroid atau TSH lemah. Sehingga timbul hipersekresi TSH. Kelainan ini seing
bersamaan dengan bisu, tuli, stipled epiphyse dan goiter, ini yang membedakan
dengan hipertiroid akibat adanya adenoma.
3)
Pada hipertiroid
akibat TSH adenoma. Biasanya lebih banyak mengenai wanita, gejala lainnya
gangguan lapang pandang, pretibial edema dan kadar serum immunoglobim stimulasi
tiroid jumlahnya sedikit.
c.
Adenoma yang bersekresi ACTH
1)
biasanya
menyerang wanita sekitar usia 40 tahun.
2)
Khas ditandai
dengan truncal obecity, hipertensi, hirsutisme (wanita), hyperpigmentasi,
diabetes atau glukosa intoleran, amenorrhea, acne, striaeabdominal, buffalo
hump dan moon facies. Kelainan endokrinologik yang berat ini sudah muncul pada
tahap sangat dini dari tumornya yang menylitkan dalam mendeteksi dan
identifikasi sumbernya.
B.
Diabetes Insipidus
Tanpa
kerja vasopressin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi pengeluaran
urine yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001hingga 1.005 dalam
jumlah yang sangat besar setiap harinya. Urine tersebut tidak mengandung
zat-zat biasa terdapat di dalamnya seperti glukosa dan albumin. Karena rasa
haus yang luar biasa, pasien cenderung minum 4 hingga 40 liter perhari dengan
gejala khas ingin minum air yang dingin.
Pada
diabetes insipidus heteriter, gejala primernya dapat berawal sejak lahir.
Karena keadaan ini terjadi pada usia dewasa, biasanya gejala poliuri memiliki
awitan yang mendadak atau bertahap (insipidus).
Penyakit
ini tidak dapat di kendalikan dengan membatasi asupan cairan karena kehilangan
urin dalam jumlah besar akan terus terjadi sekalipun tidak dilakukan
penggantian cairan. Upaya-upaya untuk membatasi cairan akan membuat pasien
tersiksa oleh keinginan minum yang luar biasa yang tidak pernah terpuaskan di
samping akan menimbulkan keadaan hipermatremia dan dehidrasi yang berat.
Diabetes
insipidus mempunyai beberapa gejala kelinis yaitu:
1. gejala
umum seperti poliuri dan palidasi
2. jumlah
air yang diminun dan urine output per 24jam sebanyak 5-10 liter.
3. Berat
jenis urine antara 1,001- 1,005 dan 50-200 MOS mol kgBB
2.1.6
Komplikasi
A.
Tumor Pituitary
a. Adenoma akan bermetastasi pada organ lain yang akan
menimbulkan kanker dan organ yang terdekat dapat diserang adalah otak yang
mengakibatkan menjadi tumor atau kanker otak.
b. Hypotrriodism.
c. Hypoadrenalism.
d. Hypogonadism.
e. Hyperprolactenemia.
f. Akromegali.
g. Penyakit
cushing.
h. Hiperprolaktinenia.
B.
Diabetes Insipidus
a. Dehidrasi
berat
b. Hipernatremi
c. Intoksikasi
air akibat terapi anti-diuretik
d. Dilatasi
ureter dan buli-buli
2.1.7
Penatalaksanaan Medik
A. Tumor
Pituitary
1. Terapi
umum
a. Istirahat
b. Diet
c. Medikamentosa
1) Obat
pertama :
Hormon yang kurang
harus diberikan sebelum pembedahan
2) Obat
alternatif :
Bromokriptin 2,5-30
mg/hariuntuk prolaktinoma
3) Radioterapi
Terapi radiasi adalah
pengobatan dengan menggunakan sinar pengion. Terdapat 2 jenis sinar pengion
yaitu gelombang elektromagnetik (foton) dan partikel berenergi yang keduanya
akan mengakibatkan terjadinya proses ionisasi bila melewati berbagai materi
termasuk materi biologis.
4) Operasi
Hipofisektomi dilakukan
untuk tumor non sekresi
2.
Pemeriksaan
penunjang
a.
Adenoma
hipofisis non fungsional
1)
Pada rontgen
foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar, lantai sella menipis
dan membuat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik maka pada
lateral foto tengkorak akan menunjukan double floor. Normal diameter AP dari
kelenjar hipofisis pada wanita usia 13-36 tahun < 11 masing-masing,
sedangkan pada yang lainnya normal < 9 masing-masing.
2)
MRI dan CT scan
kepala. Dengan MRI gambaran a carotis dan chiasma tampak lebih jelas, tetapi
untuk gambaran anatomi tulang dan sinus sphenoid CT scan lebih baik. Test
stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan gangguan fungsi dari
kelenjar hipofisis.
b.
Adenoma
fungsional
1)
Adenoma yang
bersekresi prolactin
Penilaian
kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml biasanya berkolerasi
dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin antara 25-150 ng/ml terjadi pada
adanya kompresi tangkai hipofisis sehingga penurunan inhibisi dopamine
berkurang, juga pada stalk effect (trauma hypothalamus, trauma tungkai/
hipofisis kerena operasi.
2)
Adenoma yang
bersekresi growth hormone
Pengukuran
kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon ini yang berupa cetusan,
walaupun pada keadaan adenoma. Normal kadar basal Gh < 1 ng/ml, pada
penderita acromegaly bisa meningkat sampai >5 ng/ml, walaupun pada penderita
biasanya tetap normal. Pengukuran kadar somatemedin C lebih bisa di percaya.
Dikarenakan kadarnya yang konstan dan meningkat pada acromegali. Normal
kadarnya 0,67 U/ml, pada acromegali meningkat sampai 6,8 U/ml. dengan GTT kadar
GH akan ditekan sampai < 2 ng/ml sesudah pemberian glukosa oral (100 gr),
kegagalan penekanan ini menunjukan adanya hipersekresi dari GH, pemberian GRF
atau TRH perdarahan infus akan meningkatkan kadar GH, pada keadaan normat
tidak. Jika hipersekresi telah ditentukan maka tentukan sumbernya dengan MRI,
jika pada MRI tidak terdapat sesuatu adenoma hipofisis harus di cari sumber
ektopik dari GH.
3)
Adenoma yang
bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hormon
FSH, TSH dan LH masing-masing terdiri dari alpha dan beta subarakhoidunit,
alpha subrakhnoid unitnya sama untuk ketiga hormon, sedangkan beta subarachnoid
unitnya berbeda. Dengan teknik immunohistokimia yang spesifik bisa diukur kadar
dari alpha subrakhnoid unit atau kadar alpha dan beta subrakhnoid unit,
walaupun pada adenoma non fungsional 22% kadar alpha subrakhnoid unitnya juga
meningkat. MRI dengan gadolinium, pada pemeriksaan ini tidak bisa di bedakan
antara adenoma yang satu dengan yang lainnya.
4)
Adenoma yang
bersekresi ACTH
CRH
dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi ACTH dari
adenihipofisis. ACTH akan meningkatkan produksi dan sekresi cortisol dari
adrenalcortex yang selanjutnya dengan umpan balik negative akan menurunkan
ACTH. Pada kondisi stress fisisk dan metabolic kadar costrisol dalam sirkulasi
dan metabolitnya dalam urine digunakan untuk status diagnose dari keadaan
kelebihan adrenal. Cushing’syndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit
untuk menentukan etiologinya.
B.
Diabetes
Insipidus
1. Terapi
umum
a. Istirahat
b. Diet
c. Medikamentosa
Terapi
penyakit dasarnya. Bila tidak berhasil, terapi dengan:
1) Obat
pertama :
DI sentral: desmopresin
: 2x(10-20)µg intranasal
2) Obat
alternatif :
HCT /Tiazid : 50-100
mg/hari
2. Terapi
Komplikasi
Pemeriksaan penunjang :
dilakukan berbagai uji coba untuk menentukan penyebab diabetes insipidus, yaitu
:
a. Hickey-hare/carter-robbins
test
b. Folinil
depriviation (menurut martin galberg)
c. Uji
nikotin
d. Uji
vasopersin
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Asuhan
Keperawatan Tumor Pituari/Hipofisis
A.
Pengkajian
1. Pengkajian
Sekunder
a. Identitas
Terjadi pada wanita dan
pada laki-laki dengan pefalensi seimbang dan mempunyai insiden puncak antara 20
dan 30 tahun
b. Keluhan
Utama
Misalnya : Klien
mengeluh sakit kepala pada satu atau keduanya, atau di tengah dahi kabur atau
penglihatan ganda; kehilangan samping (perifer) visi, ptosis yang disebabkan
oleh tekanan pada saraf yang menuju ke mata, perasaan mengantuk, kepala
membesar, makan berlebih atau berkurang.
c. Riwayat
Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan
kepalanya sering mengalami sakit pada kepalanya, dan pandangan kabur.
d. Riwayat
Penyakit Dahulu
Kaji apakah sebelumnya
klien mengalami tumor pada bagian tubuh, kaji apakah klien pernah mengalami
cedera kepala berat ataupun ringan.
e. Riwayat
Penyakit Keluarga
Kaji apakah keluarga
pernah menderita penyakit tumor hipofisis.
2. Pemeriksaan
Fisik
a. Inspeksi
Klien tampak mengalami
pembesaran yang abnormal pada seluruh bagian tubuh (jika timbul saat usia
dini), klien tampak mengalami akromegali atau pembesaran yang abnormal pada
ujung-ujung ttubuh seperti kaki, tangan, hidung, dagu (timbul pada saat usia
dewasa), klien tampak mengalami diplopia (pandangan ganda), tampak atropi pada
pupil klien tampak susah menggerakkan organ-organ tubuh karena kelemahan otot.
b. Palpasi
Terdapat nyeri kepala,
terdapat kelemahan otot, terdapat kelemahan tonus otot
3. Pengkajian
Data Dasar
a. Aktifitas/istirahat
1) Insomnia,
bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
2) Sakit
kepala yang hebat saat aktifitas
3) Perubahan
aktifitas biasanya, hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
4) Kelemahan
otot
b. Sirkulasi
1) Edema
pada ekstermitas kaki dan tangan
2) Takikardi
c. Integritas
Ego
1) Ketidakberdayaan
atau putus asa sehubungan dengan perubahan penampilan fisik
d. Eliminasi
1) Perubahan
pola berkemih
2) Perubahan
warna urine contoh kuning pekat
e. Makanan
atau Cairan
1) Nafsu
makan menurun
2) Malnutrisi
3) Penurunan
berat badan, berkurangnya massa otot
4) Perubahan
pada kelembaban/turgor kulit, edema
f. Neurosensori
1) Pusing,
disoriensi (selama sakit kepala), tidak mampu berkonsenterasi
2) Gangguan
penglihatan (kabur/tak jelas)
g. Nyeri/Kenyamanan
1) Nyeri
hebat, menetap, menyeluruh atau intermiten, sering sekali membuat pasien
terbangun. Mungkin terlokalisasi pada lokasi tertentu.
h. Keamanan
1) Demam
2) Suhu
meningkat (37,950 C atau lebih)
3) Menggigil
B.
Analisa
Masalah
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS
: Klien mengeluh sakit kepala
Do
: -
|
Mutasi sel tunggal diikuti ekspansi
klonal
Monoklonal
Tumor hipofisis
Tumbuh perlahan
Fungsi hipofisis terganggu
Perluasan tumor ke area supra renal
Nyeri
kepala
|
Nyeri
|
2
|
DS :
istri klien mengatakan suami tidak menanggapi ajakan istri untuk berhubungan
DO :Jumlah
testosteron serum menurun
|
Defisiensi gonadotropin
Libido
menurun
|
Gangguan pola seksual
|
3.
|
DS:
klien mengeluh penglihatan kabur
DO:
-
|
Tumor
Nevus optikus tertekan
Lapang pandang menurun
|
GSP (gangguan persepsi
sensori)
|
4.
|
DS : klien mengatakan
malu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
DO :
|
Defisit Growth hormone
Defisit perawatan diri
Badan kerdil
Klien menarik diri
Defisit gonadotropin hormone
Rambut tubuh rontok
Klien menarik diri
|
Gangguan citra tubuh
|
5.
|
DS : klien mengeluh
badannya lemas dan mudah lelah
DO : -
|
Defisiensi Growth Hormone
Pertumbuhan massa/tonus otot buruk
Cepat lelah
Tidak mampu merawat diri
|
Defisit perawatan diri
|
6.
|
DS : klien mengeluh
kulitnya gatal dan kering
DO : -
|
Nutrisi kurang
BB menurun
Kulit kering dan gatal
|
Resiko gangguan
integritas kulit (kekeringan)
|
C. Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri
akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di hipotalamus
2. Gangguan
pola seksualitas berhubungan dengan defisiensi hormon
3. GSP,
Penglihatan berhubungan dengan penekanan pada ciasma optikum
4. Gangguan
citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh
akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan
5. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot
6.
Resiko gangguan
integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal
D. Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan
penekanan korteks serebri di hipotalamus
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam
diharapkan nyeri dapat dihilangklan/ditangani, dengan kriteria hasil :
·
Melaporkan
nyeri berkurang
·
Klien
tampak tenang
·
Skala
nyeri berkurang
|
1.
Kaji
keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas, dan waktu nyeri
2.
Letakan
kantung es pada kepala klien
3.
Dorong
pengungkapan perasaan klien
4.
Lakukan
tindakan paliatif. Misalnya pengubahan posisi
5.
Kolaborasi
: berikan analgesik/antipiretik, analgesic narkotik sesuai dengan indikasi
|
1.
Mengindikasikan
kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi
2.
Meningkatkan
vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan
nyeri atau sakit kepala
3.
Dapat
mengurangi ansietas, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa nyeri
4.
Meningkatkan
relaksasi dan menurunkan ketegangan otot
5.
Memberikan
penurunan nyeri/tidak nyaman
|
2
|
Gangguan pola seksualitas
berhubungan dengan defisiensi hormon
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam
diharapkan pola seksual kembali normal dengan kriteria hasil :
·
Mengungkapkan dan mendiskusikan perasaan terkait
seksualitas bersama pasangan
·
Mengungkapkan pemahaman tentang efek diagnosis
pada pola seksual
·
Menerima rujukan untuk melakukan konseling
|
1.
Pertahankan
privasi dan kerahasiaan
2.
Gali
bersama klien dan/atau orang terdekat pola seksualitas yang biasa dilakukan
dan bagaimana diagnosis saat ini dapat mempengaruhi pola tersebut
3.
Dorong
klien dan/atau orang terdekat untuk mencari pola alternatif yang
mempertimbangkan keterbatasan penyakit
4.
Gali
bersama pasien dan/atau orang terdekat tentang alternatif lain untuk menjadi
orang tua, jika tepat.
5.
Membangun
kepercayaan dengan pasien.
|
1.
Menggali
informasi tentang diagnosa klien
2.
Klien
mampu mengaktualisasikan dirinnya
3.
Pasien
merasa lebih nyaman
|
3
|
GSP, penglihatan berhubungan dengan
penekanan pada ciasma optikum
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam diharapkan
penglihatan klien dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin, dengan kriteria
hasil :
·
Peurunan
tajam dan lapang pandang klien semakin membaik
·
Klien
mengatakan pandangan kabur dan ganda mulai berkurang bahkan hilan
|
1.
Tentukan
ketajaman penglihatan, catat satu atau kedua mata terlibat
2.
Orientasikan
pasien terhadap lingkungan. Staf, orang lain di areanya
3.
Gunakan
obat tetes mata dan pelindung
4.
Lakukan
tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan
|
1.
Kebutuhan
individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif
2.
Memberikan
peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan
3.
Memberikan
lubrikan dan melindungi mata
4.
Menurunkan
bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang
|
4.
|
Gangguan citra tubuh yang
berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat
defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam
diharapkan harga diri klien ditingkatkan, dengan kriteria hasil :
·
Menunjukan
adaptasi awal pada terhadap perubahan tubuh
·
Mulai
mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup
|
1.
Diskusikan
arti perubahan dengan pasien. Identifikasi persepsi situasi/harapan yang akan
datang
2.
Catat
reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah
3.
Susun
batasan pada perilaku maladaptif, bantu pasien untuk mengidentifikasi prilaku
positif yang akan membaik
4.
Dorong
orang terdekat untuk mengobati pasien secara normal dan tidak sebagai orang
cacat
5.
Kolaborasi
: rujuk pasien kesumber pendukung. Contoh, ahli terapi psikologis
|
1.
Mengidentifikasikan/mengartikan
masalah untuk memfokuskan perhatian dan intervensi secara konstruktif
2.
Pasien
dapat depresi cepat setelah perubahan penampilan fisik. Penampilan perubahan
tak dapat dipaksakan
3.
Penolakan
dapat mengakibatkan penurunan harga diri dan mempengaruhi gambaran penerimaan
diri yang baru
4.
Penyimpangan
harga diri dapat disadari penguatannya
5.
Pendekatan
menyeluruh diperlukan untuk membantu pasien menghadapi rehabilitasi dan
kesehatan
|
5.
|
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam
diharapkan klien dapat aktif dalam aktivitas perawatan diri, dengan kriteria
hasil :
·
Mengidentifikasi
kemampuan aktivitas perawatan diri
·
Melakukan
kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan
·
Berpartisipasi
secara fisik/verbal dalam aktivitas, perawatan diri, pemenuhan kebutuhan
dasar
|
1.
Kaji
faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri
2.
Tingkatkan
partisipasi optimal
3.
Evaluasi
kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan
4.
Beri
dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri
5.
Menghambat
faktor penyebab terdapat meningkatkan perawatan diri
|
1.
Partisipasi
optimal dapat memaksimalkan perawatan diri
2.
Dapat
menumbuhkan rasa percaya diri klien
3.
Dapat
memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri
|
6.
|
Resiko tinggi gangguan integritas
kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam
diharapkan integritas kulit normal, dengan kriteria hasil :
·
Mengindentifikasi
faktor penyebab
·
Berpartisipasi
dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka
·
Menggambarkan
etiologi dan tindakan pencegahan
·
Memperlihatkan
integritas kulit bebas dari luka tekan
|
1.
Pertahankan
kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat
2.
Berikan
dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi
3.
Ubah
posisi atau mobilisasi
4.
Tingkatkan
masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
positif
5.
Pertahankan
tempat tidur sedatar mungkin
6.
Mengurangi
ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk
rehidrasi
|
1.
Meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot/sendi
2.
Meningkatkan
posisi fungsional pada ekstremitas
3.
Kelemahan
dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan
malnutrisi
4.
Posisi
datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah
tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal
|
2.2.2
Asuhan
Keperawatan Diabetes Insipidus
A.
Pengkajian
1. Pengkajian
Sekunder
a. Identitas
Identitas pada klien
yang harus diketahui diantaranya : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung jawab
b. Keluhan
Utama
Biasanya pasien merasa
haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering keram dan lemas jika minum
tidak banyak.
c. Riwayat
Kesehatan Sekarang
Misalnmya : pasien
mengalami poliuri, polidipsi, nocturia, kelelahan, konstipasi. Dan di kaji
dengan P, Q, R, S, T
d. Riwayat
Penyakit Dahulu
Klien pernah mengalami
cidera otak, tumor, tuberculosis,aneurisma/penghambatan arteri menuju
otak,hipotalemus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit
hormon antidiuretik kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar
hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.
e. Riwayat
Penyakit Keluarga
Adakah penyakit yang
diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit
klien sekarang.
2. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik pada
klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum persistem dari
obserfasi keadaan umum, pemeriksaan tanda tanda vital, B1 (breathing), B2
(blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel), dan B6 (bone).
a. Pernafasan
B1 (breath)
Misal, RR = 20 x/menit,
tidak ada sesak nafas,tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma, dan suara
nafas normal.
b. Kardiovaskular
B2 (blood)
Misal, TD = 130/80
mmHg, nadi = 84x/menit, suhu = 36⁰C, suara jantung
vesikuler. Perfusi perifer baik,turgor kulit buruk, intake = <2500cc/hari,
output = 3000cc/hari, IWL = 500cc/hari , klien tampak gelisah.
c. Persyarafan
B3 (brain)
Kadang pasien merasa pusing , bentuk kepala
simetris, GCS = 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat – waktu – orang baik,
reflek bicara baik, pendengaran baik , penglihatan baik, penghirup baik.
d. Perkemihan
B4 (bladder)
Misal, poliuria sangat
encer (4-30 liter) dengan berat jenis 1.010 osmolalitas urin 50-150 mosmol/L
e. Pencernaan
B5 (bowel)
Misal, nafsu makan
baik, tidak ada mual/muntah, bab 2 x/hari pagi dan sore, kulit bersih, turgor
kulit buruk, tidak ada nyeri otot dan persendian.
B.
Analisa
Masalah
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS
: Klien mengeluh haus, badan terasa lesu
Do
: -
|
Diabetes insipidus
Hiperosmolaritas serum
Merangsang haus
Pergantian air tidak adekuat
volume
cairan tubuh berkurang
|
Kurangnya volume
cairan dalam tubuh
|
2
|
DS
:Klien mengatakan sering
kencing berlebih pada malam hari
DO :
|
Diabetes insipidus
Penurunan osmolaritas urin
Hilangnya banyak cairan (urin)
Poliuria
|
Perubahan eliminasi urin
|
3.
|
DS:
klien mengatakan tidak tahu tentang
pengobatan dan perawatan penyakitnya
DO:
-
|
Riwayat diabetes insipidus keluarga
Minimnya informasi tentang
pengobatan dan perawatan DI
|
Kurang pengetahuan
|
C. Diagnosa
Keperawatan
1.
Kurangnya
volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake
cairan yang tidak adekuat.
2.
Perubahan
eliminasi urin berhubungan dengan penurunan produksi ADH
3.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit,
pengobatan dan perawatan diri.
D. Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
1
|
Kurangnya volume
cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake
cairan yang tidak adekuat
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam
diharapkan klien dapat menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan, dengan
kriteria hasil :
·
I = O
·
Tidak
terdapat tanda-tanda dehidrasi (turgor baik)
·
TTV dalam
batas normal (TD = 120/80 mmHg)
|
1.
Pantau BB
(input dan output)
2.
Pantau
tanda-tanda dehidrasi
3.
Pantau
TTV
4.
Anjurkan
klien untuk minum banyak (2000-2500
cc/hari)
5.
Kolaborasi
: berikan terapi ciaran dengan mengganti vasopressin atau dengan menyuntikkan
intramusculer ADH.
|
1.
Untuk
mengetahui tingkat dehidrasi
2.
Untuk
mengetahui tingkat dehidrasi
3.
Memantau
keadaan pasien
4.
Menghindari
dehidrasi
5.
Menghindari
dehidrasi
|
2
|
Perubahan eliminasi
urin berhubungan dengan penurunan produksi ADH
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam
diharapkan eliminasi urin kembali normal, dengan kriteria hasil :
·
Eliminasi urin kembali normal (0.5 – 1 cc/kg
BB/jam)
|
1.
Pantau
eliminasi urin yang meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
dengan tepat
2.
Kolaborasi
: berikan terapi vasoprassin atau menyuntikkan intramusculer ADH
3.
Tes
deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8
– 12 jam atau sampai terjadi penurunan BB
|
1.
Untuk
mengetahui perubahan kondisi pasien dan untuk mengembalikan pola normal
eliminasi urin
2.
Untuk
mengetahui respon ginjal terhadap pemberian hormon ADH,
3.
untuk mengetahui
gagal ginjal
|
3
|
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan
perawatan diri
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x24 jam untuk
memberi pemahaman kepada pasien terhadap penyakit pasien, dengan kriteria
hasil :
·
klien
dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit dan mengikuti instruksi
yang diberikan secara akurat. Pengarahan obat-obatan, gejala untuk dilaporkan
dan perlunya mendapatkan gelang waspada medis.
|
1.
Jelasdkan
konsep dasar proses penyakit.
2.
Jelaskan
pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur
3.
Jelaskan
perlunya untuk menghindari obat yang dijual bebas
|
1.
Memberi pemahaman kepada pasien
2.
Agar
pasien tahu pentingnya pemantauan penyakit
3.
Untuk
menghindari semakin parahnya penyakit
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
A.
Tumor
Hipofisis
Tumor
hipofisis selalu berasal dari lobus anterior. Sebagian besar tumor (96%) adalah
adenoma jinak. Adenoma yang kecil mungkin tidak memberi gejala (subklinis) dan
ditemukan hanya pada saat autobsi postmortem. Penyebab tumor hipofisis tidak di ketahui. Seabgian besar di
duga tumor hipofisis hasil dari perubahan pada DNA dari satu sel, menyebabkan
perrtumbuhan sel yang tidak terkendali. Cacat genetic, sindroma neoplasia
endokrin multipel tipe 1 di kaitkan dengan tumor hipofisis.
Tumor hipofisis dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti Adenoma akan bermetastasi pada organ lain yang akan
menimbulkan kanker dan organ yang terdekat dapat diserang adalah otak yang
mengakibatkan menjadi tumor atau kanker otak,
hypotrriodism, hypoadrenalism, hypogonadism, hyperprolactenemia,
akromegali, penyakit cushing dan hiperprolaktinenia
B.
Diabetes
Insipidus
Diabetes
insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi
yang disebabakan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor
yang mengenai hipofisis posterior dan merupakan idiopatik (hamcock,1999).
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan. Diabetes insipidus ditandai oleh asupan cairan yang
berlebihan dan polyuria hipotonik. Penurunan kadar ADH menimbulkan perubahan
control cairan intrasel dan ekstrasel sehingga terjadi ekskresi sejumlah besar
urine. Gangguan tersebut dapat dimulai pada segala usia dan sedikit lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Insidensinya agak
lebih tinggi tinggi pada saat ini ketimbang di masalalu.Diabetes insipidus
tanpa komplikasi mempunyai prognosis yang baik dengan terapi sulih air yang
memadai, dan biasanya pasien dapat hidup secara normal.
Diabetes insipidus dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti : Dehidrasi
berat, hipernatremi, intoksikasi air akibat terapi anti-diuretik, dilatasi
ureter dan buli-buli.
Daftar Pustaka
Batticaca,Fransisca
B.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika.
Brunner.,Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Volume
2..Jakarta:EGC.
Doengoes,Marilyn
E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi
3.Jakarta:EGC.
Edy,Sari.,Windarti
I.,dan Wahyuni A. “Clinical Characteristics and Histolopathology of Brain Tumor
at Two Hospitals in Bandar Lampung”. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/
(online). Diakses pada 16 November 2015.
Gondhowiardjo,Soehartati.,Renindra
Ananda Aman.Juni 2004. “Peran Radiasi Dalam Penanganan Adenoma Hipofise”.Volume
8 No.1. http://journal.iu.ac.id/health/article/
(online).Diakses pada 11 November 2015.
Juniper
P.,dkk.2012.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Mubarak,Wahit
Iqbal.,Nurul Chayatin.2008.Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:EGC
Padila.2013.Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha
Medika
Rudolph,Abraham.,Julien
I.E. Hoffman.,dan Colin D. Rudolph.2007.Buku
Ajar Pediatri Rudolph.Volume 3.Edisi 20.Jakarta:EGC.
Rumahorbo,Hotma.1999.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Endokrin.Jakarta:EGC
Syaifuddin.2009.Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa
Keperawatan.Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika.
Wahib,Achmad.,Siti
Chasnak Saleh.,dan Sri Rahardjo.Juni 2015. “Diabetes Insipidus Pascaoperasi
Kraniopharingioma Pada Anak”.Volume 4 No.2. http://inasnacc.org/images/artikel/vol4no2juni2015/Wahibjuni2015.pdf
(online).Diakses pada 15 November 2015.
Wilkinson,Judith
M.,Nancy R. Ahern.2013.Buku Saku
Diagnosis Keperawatan.Edisi 9. Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar