BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Paru
adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada
dua, merupakan alat pernafasan utam. Paru-paru mengisi rongga dada, terletak
disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh
darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum.
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang mengenai parenkim paru
yang disebabkan oleh basil myocardium Tuberkulosis. Sebagian besar kuman
Tuberkulosis mengenai organ tubuh lainnya (Brunner & Suddart, 2001).
Penyakit
TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat
juta kasus TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiaptahunnya disebabkan
oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di
dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam provinsi pada tahun 1983 –
1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65
%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh
WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus
(256 kasus/100.000 penduduk). Dan 46 % diantaranya diperkirakan merupakan kasus
baru penyebab penyakit TBC (Siswanto, 2008)
Penyakit
TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikrobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri in8i pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk
mengenanng jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkanm penyakit
TBC pada paru-paru kadag disebut sebagai Koch
pulmonum (KP).
Penyakit
Tuberkulosis paru menyerang sebagian besar kelompok usia produktif, kelompok
sosial ekonomi menengah dan berpendidikan menengah. Penderita Tuberkulosis paru
BTA (basil tahan asam) positif akan menjadi sumber penularan bagi lingkungan
disekitarnya. Salah satu faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis yaitu adanya penularan. Jumlah basil yang cukup banyak dan terus
menerus memapar calon penderita. Virulensi (keganasan basil) serta daya tahan
tubuh dimana dengan daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan fungsi
lingkungan, misalnya penurunan dan pekerjaan, fungsi imunologis, keadaan
penyakit yang memudahkan infeksi seperti Diabetes Melitus, campak, serta faktor
genetik.
Berdasarkan
hal diatas, maka penulis membuat kesimpulan dari kasus yang telah ada dengan
mengambil judul “Tuberkulosis Paru-Paru” dan penulis akan mengembangkannya
dengan Asuhan Keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru.
1.2
Tujuan Penulisan
A. Tujuan
khusus
Mahasiswa
mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kepada pasien dengan
Tuberkulosis Paru
B. Tujuan
Umum
1. Mahasiswa
mampu memahami tentang gambaran penyakit Tuberkulosis Paru
2. Mahasiswa
mampu melakukan pengkajian terhadap pasien Tuberkulosis Paru
3. Mahasiswa
mampu melakukan tindakan keperawatan yang tepat
1.3
Metode Penulisan
Metode
yang digunakan adalah metode studi pustaka. Studi pustaka yang dimaksud adalah
mencari informasi pada buku tentang
kelainan sistem Respirasi, yaitu Tuberkulosis Paru yang akan dibahas.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika
dalam penulisan Makalah yaitu :
BAB
I : Berisi tentang Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan
Sistematiak Penulisan.
BAB
II : Berisi tentang konsep penyakit itu sendiri yang terdiri dari Pengertian,
Klasifikasi Penyakit, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Komplikasi,
Pemeriksaan Diagnostik dan Penatalaksanaan Medis.
BAB
III : Berisi tentang kajian pada Asuhan keperawatan, yaitu : Pengkajian,
Riwayat Kesehatan, Pemeriksaan Penunjang, Analisa Data, Diagnosa Keperawatan,
dan Rencana Keperawatan.
BAB
IV : Berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
1.1 Definisi
Tuberculosis
Paru (TBC) merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan
disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Somantri,2009).
Tuberculosis
Paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk
batang (basil) yang dikenal dengan nama mycobacterium
tuberculosis.
Tuberculosis
Paru (TBC) yaitu sebagai suatu infeksi akibat mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru gejala yang sangat bervariasi.
1.2 Klasifikasi TBC
Tuberkulosis
pada manusia dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu tuberkulosis primer dan
tuberkulosis sekunder.
1.
Tuberkulosis
Primer
Tuberkulosis adalah infeksi
bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri
TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan dan mencapai
alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan, maka bakteri akan ditangkap
dan dihancurkan oleh macrofag yang berada di alveoli. Tidak semua macrofag pada
granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada macrofag yang berfungsi membunuh,
mencerna bakteri, dan merangsang limfosit. Beberapa macrofag menghasilkan
protease elastase, kolagenase serta faktor penstimulasi koloni untuk merangsang
produksi monosit dan garanulosit pada sumsum tulang hal ini terjadi sekitar 2-4
minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada dalam
alveoli akan membentuk fokus lokal, sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan
limfa denopati bertempat di hilus (kompleks primer ranks) dan disebut juga TB
primer.
2.
Tuberkulosis
Sekunder
Tuberkulosis
sekunder adalah akibat dari reaksi netrotik yang dikenal sebagai
hipersensitivitas. TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan
dari sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah
terinfeksi bakteri TB hal ini terjadi pada daerah altrikel atau segmen
posterior lobus superior 10-20mm dari pleura dan segmen apikel lobulus
interior. Hal ini mungkin disebabkan kadar oksigen yang tinggi sehingga
menguntungkan untuk pertumbuhan penyakit TB. Lesi sekunder berkaitan dengan
kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi sitokin yang berlebihan.
1.3 Etiologi
Tuberkulosis
paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk
batang dengan panjang 1-4mm dan tebal 0,3-0,6mm. Struktur kuman ini terdiri
dari lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari
berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara kering
dan keadaan dingin karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali
dan menjadi lebih aktif. Selain itu kuman ini juga bersifat aerob.
Faktor – faktor penyebab
penyakit TBC :
1.
Faktor
sosial ekonomi
2.
Faktor
status gizi
3.
Faktor
umur
4.
Faktor
jenis kelamin
1.4 Patofisiologi
Port
desentri kuman mycobacterium tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi terjadi melalui udara (air bone) yaitu melalui inbalasi
dropplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi.
Basil
tuberkel yang mencapai alveolus dan inhalasi biasanya terdiri atas 1-3
gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan disaluran hidung dan cabang
besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan leukosit polimorfonuklear
tampak memfagosit bakteri ditempat ini, namun tidak membunuh organisme
tersebut.
Sesudah
hari pertama, maka leukosit diganti oleh macrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju getah bening
regional. Macrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi
oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20jam.
1.5 Manifestasi klinis
1.
Batuk-batuk
berdahak lebih dari 2 minggu
2.
Batuk-batuk
dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah
3.
Dada
tersa sakit atau nyeri
4.
Dada
terasa sesak pada waktu bernafas
5.
Malaise,
anoreksia, berat badan menurun dan keluar keringat pada malam hari
6.
Demam
tinggi,flu dan mengigil
7.
Demam
akut sesak nafas dan sianosis(kulit kuning)
1.6 Komplikasi
1.
Komplikasi
dini
a.
Plueuritis
b.
Efusi
pleura
c.
Epiema
d.
Laringitis
e.
TB
usus
2.
Komplikasi
lanjut
a.
Obtruksi
jalan nafas
b.
Korkulmonale
c.
Amiloidosis
d.
Karsinoma
paru
e.
Sindrom
gagal nafas
1.7 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan rongsen
toraks
Pada hasil pemeriksaan rongtegen toraks sering di
dapatkan adanya lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal, sebelum
pemeriksaan pisik doter juga menemukan suatu kelainan pada paru. Pemeriksaan
rongthen toraks ini sangat berguna untuk mengevaliasi hasil pengobatan, dimana
hal ini bergantung pada keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel. Terhadap
OAI penyembuhan total sering kali trejadi di beberapa area dan obserpasi yang
dapat muncul pada sebuah peroses penyembuhan yang lengkap
2.
pemeriksaan
CT-scan
pemeriksaan CT-scan dilakukan unntuk menemukan
hubungan kasus TB inaktif\stabil yang ditunjukan dengan adanya gambaran garis
garis pibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati
perubahan kelengkunan bernkhovaskular, bronhkhiektasis, serta emfisema
perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavitas dan lebih dapat di andalkan dari pada pemeriksaan rongsen
torak biasa.
3.
Radiologis
TB paru milier
TB milier akut diikuti oleh infasi pembuluh darah
secara pasif./menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan
sering diseratai akibat patal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rongsen
torak bergantung pada umuran dan jumlah tuberkel milier. Pada beberapa pasien
TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rongsen torak tetapi ada
beberapa kasus dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan
penyakitnya.
4.
Pemeriksaan
laboratorium
Diagnosa terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan
pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies
mikobakterium yang satu dengan lainnya harus di lihat sifat kolonik, waktu
pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap
OAT dan percobaan serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis
antigen nikobakterium.
Bahan untuk pemeriksaan isomikobakterium TB adalah
septum pasien, urin, dan cairan kumbahlambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan
lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sumsum tulang belakang),
cairan pleura, jaringan tumbuh, peses, dan swab tenggorokan. Pemeriksaan darah
yang dapat menunjang diagnosis TB pru, walaupun kurang sensitif, adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan
peningkatan imunoglobulin, terutama IgG dan IgA (Loman, 2001).
1.8 Penatalaksanaan medis
Zain (2001) membagi
penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan,
pengobatan, dan penemuan penderita.
1.
Pencegahan
tuberkulosis paru
a.
Pemeriksaan
kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaur erat dengan penderita
TB paru BTA positif.
b.
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan masal
terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumasakit atau
puskesmas atau balai pengobatan, penghuni rumah tahanan dan siswa-siswi
pesantren.
c.
vaksinasi
BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung
terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah
penyuntikan.
d.
Kemoprokfilaksis,
yaitu dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e.
Komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di
tingkat puskesmas maupun rumahsakit oleh petugas pemerintah atau petugas LSM.
2.
Pengobatan
tuberkolosis paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru, selain
untuk mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi kuman
terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.
3.
Penemuan
penderita
a.
Penatalaksanaan
terapi : asupan nutrisi adekuat/mencukupi.
b.
Kemoterapi,
yang mencakup pemberian:
1)
Isoniazid
(INH)sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan
selama 18-24 bulan dan dengan dosis 10-20 mg/kg berat badan/hari melalui oral.
2)
Kombinasi
antara NH, rifampicin, dan pyrazinamid yang di berikan selama 6 bulan.
3)
Obat
tambahan, antara lain streptomycin (diberikan intramuskuler) dan ethambutol.
4)
Terapi
kortikosteroid di berikan bersmaan dengan obat anti-TB untuk mengurangi respons
peradangan, misalnya pada meningitis.
c.
Pembedahan
dilakukan jika kemoterapi tidak berasil. Tindakan ini dilakukan dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak.
d.
Pencegahan
dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi basil
TB serta mempertahankan asupan nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG
juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi basil TB
virulen.
1.9 Pencegahan
Banyak hal yang bisa
dilakukan mencegah terjangkitnya TBC paru. Pencegahan-pencegahan berikut
dikerjakan oleh penderita, masyarakat, maupun petugas kesehatan:
1.
Bagi
penderita, pencegahan penularan dapat di lakukan dengan menutup mulut saat
batuk, dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2.
Bagi
masyarakat, pencegahan penularandapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan
terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
3.
Bagi
petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan
tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang
ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
4.
Petugas
kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap
orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada
penderita TBC ini. Pengobatan dengan cara menginap di rumahsakit hanya di
lakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan
program pengobatannya, sehingga tidak di kehendaki pengobatan jalan.
5.
Pencegahan
penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti
cucitangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan
atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat tidur,
pakaian), dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6.
Melakukan
imunisasi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti
keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi,
dengan vaksin BCG dan tindak lanjut yang positif tertular.
7.
Melakukan
penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan tes tuberkulin bagi
seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu di
ulang pemeriksaan tiap bulan selama 3bulan dan perlu penyelidikan intensif.
8.
Dilakukan
pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat,
yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum
dengan tekun dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Kasus
Seorang
pasien datang ke UGD dengan keluhan sesak, dada sakit, dahak, pada saat dikaji
didapatkan TD 140/90, HR : 96, RR : 28x/menit. Pasien mengatakan susah makan,
terjadi penurunan BB daro 60 menjadi 50 kg, susah tidur dan banyak keringat.
Dokter menyarankan untuk pemeriksaan laboratorium sputum, BSE, dan menyarankan
untuk dilakukan Thorax photo dan pemeriksaan PPD 5 TU.
B. Pengkajian
a.
Identitas
Nama : Tn.B
Umur : -
Jenis
Kelamin : -
Pendidikan : -
Agama : -
Tgl. Masuk RS : -
Tgl.
Pengkajian : -
Diagnosa : Tuberkulosis Paru
No. Medic : -
Alamat : -
b.
Identitas Penanggung
Jawab
Nama : -
Umur : -
Jenis
Kelamin : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
C. Riwayat
Kesehatan
a.
Keluhan
Utama
Klien
mengeluh sesak nafas hingga sakit dada
b.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Seorang pasien datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas, dada
sakit dan terdapat dahak. Pasien mengatajan sesak nafas hingga sakit pada dada.
Sesak nafas yang dirasakan pasien terlokasi pada area dada hingga menyebar
menjadi nyeri akibat infiltrasi radang sampai ke pleura. Keluhan yang pasien
rasakan dengan sesak ringan, Respirasi 28 x/menit. Pasien mengatakan terjadi
penurunan berat badan dan sesak yang dirasakan hingga sulit untuk tidur.
c.
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Perokok positif
d.
Riwayat
Kesehatan Keluarga : -
D. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Sputum Culture : Untuk
menghasilkan apakah keberadaan M.Tuberkulosis
pada stadium aktif
b.
Ziehl neelsen
(Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) Positif untuk BTA.
c.
Skin test (PPD,
mantoux, tine, and vollmer patch) : reaksi positif (arena indurasi 10 mm atau
lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan
infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang
aktif.
d.
Chest X-Ray : dapat memperlihatkan
infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paru-paru, deposit kalsium pada
lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengidentifikasi TB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
e.
Histologi dan kulktur
jaringan (termasuk kumbah lambung urine dan CSF, serta biopsi kulit) : ppositif
untuk M. Tuberculosis.
f.
Needle biopsi of lung
tissue : positife untuk granuloma TB, adanya sel – sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
g.
Elektrolit : mungkin
abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia
mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru – paru kronis lanjut.
h.
ABGs : mungkin
abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru – paru.
i.
Bronkografi : merupakan
pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru – paru
karena TB
j.
Darah : lekositosis,
LED meningkat
k.
Test fungsi paru – paru
: VC menurun, dead space meningkat,
TLC meningkat, dan menurun saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
E. Analisa
Data
NO
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS
:
Klien
mengeluh sesak nafas, Nyeri dada, dan terdapat dahak
DO
:
TD
140/90
HR
: 96
RR
: 28x/menit
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif
|
|
2.
|
DS
:
Klien
mengatakan susah makan/tidak mau makan
DO
:
Penurunan
BB
TD
140/90
HR
: 96
RR
: 28x/menit
|
Ketidakseimbangan
nutrisi
|
|
3.
|
DS
: -
DO
:
Penurunan
BB
Tidak
adekuat pertahanan diri
Malnutrisi
|
Risiko
Infeksi
|
|
4.
|
DS
: -
DO
:
|
Gangguan
Harga diri
|
F. Diagnosa
Keperawatan
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
2. Ketidakseimbangan
nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perasaan mual dan
tidak mau makan
3. Risiko
penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan tidak adekuatnya mekanisme
pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia/sekret statis dan malnutrisi
4. Risiko
gangguan harga diri yang berhubungan dengan image negatif tentang penyakit dan
perasaan malu
G. Rencana
Keperawatan
NO
|
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
|
PERENCANAAN
|
||
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||
1.
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
|
Dalam
waktu .. x 24 jam diharapkan jalan nafas pasien bersih dan efektif dengan
kriteria hasil :
a. Pasien
menyatakan bahwa batuk berkurang/hilang, tidak ada sesak dan sekret berkurang
b. Suara
nafas normal (vesikular)
c. Frekuensi
nafas 16 – 20 kali permenit (dewasa)
d. Tidak
ada dispnea
|
a. Kaji
fungsi respirasi antara lain : suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas
serta catat pula mengenai penggunaan otot nafas tambahan
b. Catat
kemampuan untuk mengeluarkan sekret/batuk secara efektif
c. Atur
posisi tidur semi atau high fowler. Bantu pasien untuk berlatik batuk secara
efektif dan menarik nafas dalam
d. Bersihkan
sekret dari dalam mulut dan trakhea, suction jika memungkankan
e. Memberikan
minum kurang lebih 2.500 ml/hari,
anjurkan untuk minum dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra
indikasi
f. Kolaborasi
: Berikan oksigen udara inspirasi yang lembab
g. Kolaborasi
: berikan pengobatan atas indikasi :
-
Agen mukolitik, misal
: acetilcystein (mucoomyst)
-
Bronkodilatator,
misal : Theophyline, Oxtriphyline
-
Kortikosteroid (prednison),
misal : Dexamethasone.
h. Kolaborasi
: berikan agen anti infeksi, misal :
-
Obat primer :
Isoniazid (INH), Ethambutol (EMB), Rifampin (RMP)
-
Pyrazinamide (PZA),
Para Amino Saliciliic (PAS), Streptomyycin
-
Monitor pemeriksaan
laboratorium (sputum)
|
a. Adanya
perubahan fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi
penyakit yanng masih dalam kondisi penanganan penuh
b. Ketidakmampuan
mengeluarkan sekret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran
pernapasan
c. Posisi
semi/high fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal
akibat diafragma turun kebawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mukus
d. Pasien
dalam kondisi sessak cenderung untuk bernafas melalui mulut yang jika tidak
ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatitis
e. Air
digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak
keluar melalui pernapasan. Air hangat akan mempermudah pengenceran sekret
melalui proses konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher
vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh
mukus/sekret
f. Berfungsi
meningkatkan kadar tekanan parsial oksigen dan saturasi oksigen dalam darah
g. Berfungsi
untuk mengencerkan dahak
Meningkatkan/memperlebar
saluran udara
h. Mempertebal
dinding saluran udara (bronkus)
Menurunnya keaktifan
dari mikroorganisme akan menurunkan respons inflamasi sehingga akan berefek
pada berkurangnya produksi sekret.
|
2.
|
Ketidakseimbangan nutrisi, kurang
dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perasaan mual dan tidak mau
makan
|
Dalam
waktu .. x 24 jam keseimbangan nutrisi pasien dapat terpenuhi, dengan
kriteeria hasil :
a. Perasaan
mual hilang/berkurang
b. Pasien
mengatakan nafsu makan meningkat
c. Berat
badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dan cenderung stabil
d. Pasien
terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
e. Hasil
analisis laboratorium menyatakan protein darah/albumin darah dalam rentang
normal
|
a. Dokumntasikan
status nutrisi pasien, serta mencatat
turgor kulit, berat badan saat ini, tingkat keihlangan berat badan,
integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea/vomit atau diare.
Monitor intake-output dan berat badan secara terjadwal
b. Berikan
oral care sbelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori
c. Anjurkan
makan sedikit tapi sering dengan diet TKTP
d. Anjurkan
keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien
dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontraindikasi
e. Kolaboasi
: anjurkan kepada ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
f. Kolaborasi
: monitor pemeriksaan laboratorium, misal : BUN, serum protin, dan albumin
g. Kolaborasi
: berikan vitamin sesuai indikasi
|
a. Menjadi
data fokus untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya
b. Meningkatkan
kenyamanan daerah mulut sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan
c. Meningkatkan
intake makanan dan nutrisi pasien, terutama kadar protein tinggi yang dapat
meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan.
d. Merangsang
pasien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sebagai
sumber energi bagi penyembuhan
e. Menentukan
kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien
f. Mengontrol
keefektifan tindakan terutama dengan kadar protein darah
g. Meningkatkan
komposisi tubuh dan nafsu makan pasien
|
3.
|
Risiko
penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan tidak adekuatnya mekanisme
pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia/sekret statis dan malnutrisi
|
Dalam
... x 24 jam penyebaran infeksi tidak terjadi selam perawatan dengan kriteria
hasil :
a. Pasien
dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika batuk atau bersin)
b. Tidak
muncul tanda-tanda infeksi lanjutan
c. Tidak
ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita
|
a. Kaji
patologi penyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi
melalui airbone droplet selama
batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, dll.
b. Identifikasi
risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan teman dekat.
Intruksikan kepada pasien jika batuk/bersin, maka ludahkan ke tissue
c. Anjurkan
penggunaan tissue untuk membuang sputum. Me-review pentingnya mengontrol
infeksi, misalnya dengan menggunakan masker
d. Monitor
suhu sesuai indikasi
|
a. Untuk
mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh
sudah terbebas dari kuman tuberkulosis
b. Mengurangi
risiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan
pasien
c. Penyimpanan
sputum pada wadah yang terdesinfeksi dapat meminimalkan penyebaran infeksi
melalui droplet
d. Peningkatan
suhu menandakan terjadinya infeksi sekunder
|
4.
|
Risiko gangguan harga diri yang
berhubungan dengan image negatif tentang penyakit dan perasaan malu
|
Dalam
... x 24 jam harga diri pasien dapat terjaga/tidak terjadi gangguan harga
diri, dengan kroiteria hasil :
a. Pasien
mendemonstasikan/ menunjukkan aspek positif dari dirinya
b. Pasien
mampu bergaul dengan orang lain tanpa merasa malu
|
a. Kaji
ulang konsep diri pasien
b. Berikan
penghargaan pada setiap tindakan yang mengarah kepada peningkatan harga diri
c. Jelaskan
tentag kondisi pasien
d. Libatkan
pasien dalam setiap kegiatan
|
a. Mengetahui
aspek diri yang negatif dan positif, memungkinkan perawat menentukan rencana
lanjutan
b. Pujian
dan perhatian akan meningkatkan harga diri pasien
c. Pngetahuan
tentang kondisi diri akan menjadi dasar bagi pasien untuk menentukan
kebutuhan bagi dirinya
d. Pelibatan
pasien dalam kegiatan akan meningkatkan mekanisme koping pasien dalam
menangani masalah.
|
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Tuberculosis Paru (TBC) merupakan
penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
(Somantri,2009). Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe
humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4mm dan tebal
0,3-0,6mm. Faktor – faktor penyebab penyakit TBC : faktor sosial ekonomi,
faktor status gizi, faktor umur, dan faktor jenis kelamin
1.2 Saran
Sebagai perawat, kita sebaiknya
mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh pasien dengan TBC paru
positif, karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis, dan memeriksakan
dengan segera jika terjadi tanda – tanda atau gejala – gejala adanya TBC paru.
Sebagai perawat, hendaknya mampu
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita
TBC paru.
Daftar Pustaka
Ardiansyah,Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk mahasiswa.Jogjakarta:Diva
Press.
Marlynn,Doenges.2001.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Naga,Sholeh
S.2014.Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit
Dalam.Jogjakarta:DIVA Press
Somantri,Irman.2008.Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika.
Ward,Jeremy
P.T.,Jane Ward.,Ricard M. Leach.,Charless M. Wiener.2002.At a Glance Sistem Respirasi.Edisi kedua.Jakarta:Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar