Rabu, 02 November 2016

Askep TBC Paru



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utam. Paru-paru mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh basil myocardium Tuberkulosis. Sebagian besar kuman Tuberkulosis mengenai organ tubuh lainnya (Brunner & Suddart, 2001).
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiaptahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam provinsi pada tahun 1983 – 1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65 %. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk). Dan 46 % diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru penyebab penyakit TBC (Siswanto, 2008)
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikrobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri in8i pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenanng jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkanm penyakit TBC pada paru-paru kadag disebut sebagai Koch pulmonum (KP).
Penyakit Tuberkulosis paru menyerang sebagian besar kelompok usia produktif, kelompok sosial ekonomi menengah dan berpendidikan menengah. Penderita Tuberkulosis paru BTA (basil tahan asam) positif akan menjadi sumber penularan bagi lingkungan disekitarnya. Salah satu faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi tuberkulosis yaitu adanya penularan. Jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus memapar calon penderita. Virulensi (keganasan basil) serta daya tahan tubuh dimana dengan daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan fungsi lingkungan, misalnya penurunan dan pekerjaan, fungsi imunologis, keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti Diabetes Melitus, campak, serta faktor genetik.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis membuat kesimpulan dari kasus yang telah ada dengan mengambil judul “Tuberkulosis Paru-Paru” dan penulis akan mengembangkannya dengan Asuhan Keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru.

1.2  Tujuan Penulisan
A.    Tujuan khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kepada pasien dengan Tuberkulosis Paru
B.     Tujuan Umum
1.      Mahasiswa mampu memahami tentang gambaran penyakit Tuberkulosis Paru
2.      Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap pasien Tuberkulosis Paru
3.      Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang tepat

1.3  Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode studi pustaka. Studi pustaka yang dimaksud adalah mencari informasi pada buku tentang  kelainan sistem Respirasi, yaitu Tuberkulosis Paru yang akan dibahas.

1.4  Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan Makalah yaitu :
BAB I : Berisi tentang Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematiak Penulisan.
BAB II : Berisi tentang konsep penyakit itu sendiri yang terdiri dari Pengertian, Klasifikasi Penyakit, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik dan Penatalaksanaan Medis.
BAB III : Berisi tentang kajian pada Asuhan keperawatan, yaitu : Pengkajian, Riwayat Kesehatan, Pemeriksaan Penunjang, Analisa Data, Diagnosa Keperawatan, dan Rencana Keperawatan.
BAB IV : Berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1  Definisi
Tuberculosis Paru (TBC) merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Somantri,2009).
Tuberculosis Paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama mycobacterium tuberculosis.
Tuberculosis Paru (TBC) yaitu sebagai suatu infeksi akibat mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru gejala yang sangat bervariasi.
1.2  Klasifikasi TBC
Tuberkulosis pada manusia dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis sekunder.
1.      Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh macrofag yang berada di alveoli. Tidak semua macrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada macrofag yang berfungsi membunuh, mencerna bakteri, dan merangsang limfosit. Beberapa macrofag menghasilkan protease elastase, kolagenase serta faktor penstimulasi koloni untuk merangsang produksi monosit dan garanulosit pada sumsum tulang hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus lokal, sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di hilus (kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer.
2.      Tuberkulosis Sekunder
Tuberkulosis sekunder adalah akibat dari reaksi netrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas. TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi bakteri TB hal ini terjadi pada daerah altrikel atau segmen posterior lobus superior 10-20mm dari pleura dan segmen apikel lobulus interior. Hal ini mungkin disebabkan kadar oksigen yang tinggi sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan penyakit TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi sitokin yang berlebihan.
1.3  Etiologi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4mm dan tebal 0,3-0,6mm. Struktur kuman ini terdiri dari lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu kuman ini juga bersifat aerob.
Faktor – faktor penyebab penyakit TBC :
1.      Faktor sosial ekonomi
2.      Faktor status gizi
3.      Faktor umur
4.      Faktor jenis kelamin
1.4  Patofisiologi
Port desentri kuman mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui udara (air bone) yaitu melalui inbalasi dropplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan inhalasi biasanya terdiri atas 1-3 gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan leukosit polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri ditempat ini, namun tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh macrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju getah bening regional. Macrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20jam.
           
1.5  Manifestasi klinis

1.      Batuk-batuk berdahak lebih dari 2 minggu
2.      Batuk-batuk dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah
3.      Dada tersa sakit atau nyeri
4.      Dada terasa sesak pada waktu bernafas
5.      Malaise, anoreksia, berat badan menurun dan keluar keringat pada malam hari
6.      Demam tinggi,flu dan mengigil
7.      Demam akut sesak nafas dan sianosis(kulit kuning)
1.6  Komplikasi
1.      Komplikasi dini
a.       Plueuritis
b.      Efusi pleura
c.       Epiema
d.      Laringitis
e.       TB usus
2.      Komplikasi lanjut
a.       Obtruksi jalan nafas
b.      Korkulmonale
c.       Amiloidosis
d.      Karsinoma paru
e.       Sindrom gagal nafas
1.7  Pemeriksaan diagnostik
1.      Pemeriksaan rongsen toraks
Pada hasil pemeriksaan rongtegen toraks sering di dapatkan adanya lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal, sebelum pemeriksaan pisik doter juga menemukan suatu kelainan pada paru. Pemeriksaan rongthen toraks ini sangat berguna untuk mengevaliasi hasil pengobatan, dimana hal ini bergantung pada keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel. Terhadap OAI penyembuhan total sering kali trejadi di beberapa area dan obserpasi yang dapat muncul pada sebuah peroses penyembuhan yang lengkap
2.      pemeriksaan CT-scan
pemeriksaan CT-scan dilakukan unntuk menemukan hubungan kasus TB inaktif\stabil yang ditunjukan dengan adanya gambaran garis garis pibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati perubahan kelengkunan bernkhovaskular, bronhkhiektasis, serta emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat di andalkan dari pada pemeriksaan rongsen torak biasa.
3.      Radiologis TB paru milier
TB milier akut diikuti oleh infasi pembuluh darah secara pasif./menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering diseratai akibat patal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rongsen torak bergantung pada umuran dan jumlah tuberkel milier. Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rongsen torak tetapi ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya.
4.      Pemeriksaan laboratorium
Diagnosa terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies mikobakterium yang satu dengan lainnya harus di lihat sifat kolonik, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen nikobakterium.
Bahan untuk pemeriksaan isomikobakterium TB adalah septum pasien, urin, dan cairan kumbahlambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sumsum tulang belakang), cairan pleura, jaringan tumbuh, peses, dan swab tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB pru, walaupun kurang sensitif, adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin, terutama IgG dan IgA (Loman, 2001).
1.8  Penatalaksanaan medis
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita.
1.      Pencegahan tuberkulosis paru
a.       Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaur erat dengan penderita TB paru BTA positif.
b.      Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan masal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumasakit atau puskesmas atau balai pengobatan, penghuni rumah tahanan dan siswa-siswi pesantren.
c.       vaksinasi BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
d.      Kemoprokfilaksis, yaitu dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih  sedikit.
e.       Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumahsakit oleh petugas pemerintah atau petugas LSM.
2.      Pengobatan tuberkolosis paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru, selain untuk mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi kuman terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.
3.      Penemuan penderita
a.       Penatalaksanaan terapi : asupan nutrisi adekuat/mencukupi.
b.      Kemoterapi, yang mencakup pemberian:
1)      Isoniazid (INH)sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18-24 bulan dan dengan dosis 10-20 mg/kg berat badan/hari melalui oral.
2)      Kombinasi antara NH, rifampicin, dan pyrazinamid yang di berikan selama 6 bulan.
3)      Obat tambahan, antara lain streptomycin (diberikan intramuskuler) dan ethambutol.
4)      Terapi kortikosteroid di berikan bersmaan dengan obat anti-TB untuk mengurangi respons peradangan, misalnya pada meningitis.
c.       Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berasil. Tindakan ini dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak.
d.      Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi basil TB serta mempertahankan asupan nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi basil TB virulen.
1.9  Pencegahan
Banyak hal yang bisa dilakukan mencegah terjangkitnya TBC paru. Pencegahan-pencegahan berikut dikerjakan oleh penderita, masyarakat, maupun petugas kesehatan:
1.      Bagi penderita, pencegahan penularan dapat di lakukan dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2.      Bagi masyarakat, pencegahan penularandapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
3.      Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
4.      Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC ini. Pengobatan dengan cara menginap di rumahsakit hanya di lakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak di kehendaki pengobatan jalan.
5.      Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cucitangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6.      Melakukan imunisasi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut yang positif tertular.
7.      Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan tes tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu di ulang pemeriksaan tiap bulan selama 3bulan dan perlu penyelidikan intensif.
8.      Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Kasus
Seorang pasien datang ke UGD dengan keluhan sesak, dada sakit, dahak, pada saat dikaji didapatkan TD 140/90, HR : 96, RR : 28x/menit. Pasien mengatakan susah makan, terjadi penurunan BB daro 60 menjadi 50 kg, susah tidur dan banyak keringat. Dokter menyarankan untuk pemeriksaan laboratorium sputum, BSE, dan menyarankan untuk dilakukan Thorax photo dan pemeriksaan PPD 5 TU.

B.     Pengkajian
a.       Identitas
Nama                     : Tn.B
Umur                     : -
Jenis Kelamin        : -
Pendidikan            : -
Agama                   : -
Tgl. Masuk RS      : -
Tgl. Pengkajian      : -
Diagnosa               : Tuberkulosis Paru
No. Medic                         : -
Alamat                   : -
b.      Identitas Penanggung Jawab
Nama                     : -
Umur                     : -
Jenis Kelamin        : -
Pekerjaan               : -
Alamat                   : -

C.     Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas hingga sakit dada
b.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Seorang pasien datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas, dada sakit dan terdapat dahak. Pasien mengatajan sesak nafas hingga sakit pada dada. Sesak nafas yang dirasakan pasien terlokasi pada area dada hingga menyebar menjadi nyeri akibat infiltrasi radang sampai ke pleura. Keluhan yang pasien rasakan dengan sesak ringan, Respirasi 28 x/menit. Pasien mengatakan terjadi penurunan berat badan dan sesak yang dirasakan hingga sulit untuk tidur.

c.       Riwayat Kesehatan Dahulu
Perokok positif
d.      Riwayat Kesehatan Keluarga : -

D.    Pemeriksaan Penunjang
a.       Sputum Culture : Untuk menghasilkan apakah keberadaan M.Tuberkulosis pada stadium aktif
b.      Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) Positif untuk BTA.
c.       Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch) : reaksi positif (arena indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
d.      Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paru-paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengidentifikasi TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
e.       Histologi dan kulktur jaringan (termasuk kumbah lambung urine dan CSF, serta biopsi kulit) : ppositif untuk M. Tuberculosis.
f.       Needle biopsi of lung tissue : positife untuk granuloma TB, adanya sel – sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g.      Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru – paru kronis lanjut.
h.      ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru – paru.
i.        Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru – paru karena TB
j.        Darah : lekositosis, LED meningkat
k.      Test fungsi paru – paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurun saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.

E.     Analisa Data
NO
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS :
Klien mengeluh sesak nafas, Nyeri dada, dan terdapat dahak

DO :
TD 140/90
HR : 96
RR : 28x/menit

Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.
DS :
Klien mengatakan susah makan/tidak mau makan

DO :
Penurunan BB
TD 140/90
HR : 96
RR : 28x/menit

Ketidakseimbangan nutrisi
3.
DS : -
DO :
Penurunan BB
Tidak adekuat pertahanan diri
Malnutrisi

Risiko Infeksi
4.
DS : -
DO :

Gangguan Harga diri

F.      Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
2.      Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perasaan mual dan tidak mau makan
3.      Risiko penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia/sekret statis dan malnutrisi
4.      Risiko gangguan harga diri yang berhubungan dengan image negatif tentang penyakit dan perasaan malu

G.    Rencana Keperawatan
NO
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
Dalam waktu .. x 24 jam diharapkan jalan nafas pasien bersih dan efektif dengan kriteria hasil :
a.       Pasien menyatakan bahwa batuk berkurang/hilang, tidak ada sesak dan sekret berkurang
b.      Suara nafas normal (vesikular)
c.       Frekuensi nafas 16 – 20 kali permenit (dewasa)
d.      Tidak ada dispnea
a.       Kaji fungsi respirasi antara lain : suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas serta catat pula mengenai penggunaan otot nafas tambahan
b.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret/batuk secara efektif
c.       Atur posisi tidur semi atau high fowler. Bantu pasien untuk berlatik batuk secara efektif dan menarik nafas dalam
d.      Bersihkan sekret dari dalam mulut dan trakhea, suction jika memungkankan
e.       Memberikan minum kurang lebih 2.500 ml/hari,  anjurkan untuk minum dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi
f.       Kolaborasi : Berikan oksigen udara inspirasi yang lembab
g.      Kolaborasi : berikan pengobatan atas indikasi :
-          Agen mukolitik, misal : acetilcystein (mucoomyst)
-          Bronkodilatator, misal : Theophyline, Oxtriphyline
-          Kortikosteroid (prednison), misal : Dexamethasone.
h.      Kolaborasi : berikan agen anti infeksi, misal :
-          Obat primer : Isoniazid (INH), Ethambutol (EMB), Rifampin (RMP)
-          Pyrazinamide (PZA), Para Amino Saliciliic (PAS), Streptomyycin
-          Monitor pemeriksaan laboratorium (sputum)
a.       Adanya perubahan fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit yanng masih dalam kondisi penanganan penuh
b.      Ketidakmampuan mengeluarkan sekret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran pernapasan
c.       Posisi semi/high fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal akibat diafragma turun kebawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mukus
d.      Pasien dalam kondisi sessak cenderung untuk bernafas melalui mulut yang jika tidak ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatitis
e.       Air digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak keluar melalui pernapasan. Air hangat akan mempermudah pengenceran sekret melalui proses konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh mukus/sekret
f.       Berfungsi meningkatkan kadar tekanan parsial oksigen dan saturasi oksigen dalam darah
g.      Berfungsi untuk mengencerkan dahak
Meningkatkan/memperlebar saluran udara
h.      Mempertebal dinding saluran udara (bronkus)
Menurunnya keaktifan dari mikroorganisme akan menurunkan respons inflamasi sehingga akan berefek pada berkurangnya produksi sekret.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perasaan mual dan tidak mau makan

Dalam waktu .. x 24 jam keseimbangan nutrisi pasien dapat terpenuhi, dengan kriteeria hasil :
a.       Perasaan mual hilang/berkurang
b.      Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
c.       Berat badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dan cenderung stabil
d.      Pasien terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
e.       Hasil analisis laboratorium menyatakan protein darah/albumin darah dalam rentang normal
a.       Dokumntasikan status nutrisi  pasien, serta mencatat turgor kulit, berat badan saat ini, tingkat keihlangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea/vomit atau diare. Monitor intake-output dan berat badan secara terjadwal
b.      Berikan oral care sbelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori
c.       Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan diet TKTP
d.      Anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontraindikasi
e.       Kolaboasi : anjurkan kepada ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
f.       Kolaborasi : monitor pemeriksaan laboratorium, misal : BUN, serum protin, dan albumin
g.      Kolaborasi : berikan vitamin sesuai indikasi
a.       Menjadi data fokus untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya
b.      Meningkatkan kenyamanan daerah mulut sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan
c.       Meningkatkan intake makanan dan nutrisi pasien, terutama kadar protein tinggi yang dapat meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan.
d.      Merangsang pasien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sebagai sumber energi bagi penyembuhan
e.       Menentukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien
f.       Mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan kadar protein darah
g.      Meningkatkan komposisi tubuh dan nafsu makan pasien
3.
Risiko penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia/sekret statis dan malnutrisi
Dalam ... x 24 jam penyebaran infeksi tidak terjadi selam perawatan dengan kriteria hasil :
a.       Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika batuk atau bersin)
b.      Tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan
c.       Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita
a.       Kaji patologi penyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi melalui airbone droplet selama batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, dll.
b.      Identifikasi risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan teman dekat. Intruksikan kepada pasien jika batuk/bersin, maka ludahkan ke tissue
c.       Anjurkan penggunaan tissue untuk membuang sputum. Me-review pentingnya mengontrol infeksi, misalnya dengan menggunakan masker
d.      Monitor suhu sesuai indikasi
a.       Untuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh sudah terbebas dari kuman tuberkulosis
b.      Mengurangi risiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien
c.       Penyimpanan sputum pada wadah yang terdesinfeksi dapat meminimalkan penyebaran infeksi melalui droplet
d.      Peningkatan suhu menandakan terjadinya infeksi sekunder
4.
Risiko gangguan harga diri yang berhubungan dengan image negatif tentang penyakit dan perasaan malu

Dalam ... x 24 jam harga diri pasien dapat terjaga/tidak terjadi gangguan harga diri, dengan kroiteria hasil :
a.       Pasien mendemonstasikan/ menunjukkan aspek positif dari dirinya
b.      Pasien mampu bergaul dengan orang lain tanpa merasa malu
a.       Kaji ulang konsep diri pasien
b.      Berikan penghargaan pada setiap tindakan yang mengarah kepada peningkatan harga diri
c.       Jelaskan tentag kondisi pasien
d.      Libatkan pasien dalam setiap kegiatan
a.       Mengetahui aspek diri yang negatif dan positif, memungkinkan perawat menentukan rencana lanjutan
b.      Pujian dan perhatian akan meningkatkan harga diri pasien
c.       Pngetahuan tentang kondisi diri akan menjadi dasar bagi pasien untuk menentukan kebutuhan bagi dirinya
d.      Pelibatan pasien dalam kegiatan akan meningkatkan mekanisme koping pasien dalam menangani masalah.

BAB IV
PENUTUP
1.1   Kesimpulan
Tuberculosis Paru (TBC) merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Somantri,2009). Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4mm dan tebal 0,3-0,6mm. Faktor – faktor penyebab penyakit TBC : faktor sosial ekonomi, faktor status gizi, faktor umur, dan faktor jenis kelamin
1.2   Saran
Sebagai perawat, kita sebaiknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh pasien dengan TBC paru positif, karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis, dan memeriksakan dengan segera jika terjadi tanda – tanda atau gejala – gejala adanya TBC paru.
Sebagai perawat, hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita TBC paru.





Daftar Pustaka
Ardiansyah,Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk mahasiswa.Jogjakarta:Diva Press.
Marlynn,Doenges.2001.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Naga,Sholeh S.2014.Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam.Jogjakarta:DIVA Press
Somantri,Irman.2008.Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika.
Ward,Jeremy P.T.,Jane Ward.,Ricard M. Leach.,Charless M. Wiener.2002.At a Glance Sistem Respirasi.Edisi kedua.Jakarta:Erlangga.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar