Rabu, 02 November 2016

ASKEP Keloid dan Sebrheic Keratosis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tubuh kita terdiri dari sel-sel yang bisa tumbuh dan tanpa terkontrol dan membentuk suatu gumpalan. Bila pada suatu tempat tubuh kita terdapat sel-sel yang berlebihan, maka akan terjadi benjolan atau tumor. Tumor ada yang bersifat jinak dan ganas. Tumur jinak inilah yang dinamakan keloid dan keratosis seboroik (Dianandra, 2009).
Keloid adalah kelainan kulit yang terjadi akibat depisisi kolagen secara berlebihan selama proses proliferasi penyembuhan luka. Deposisi kolagen terus terjadi karena sintesis kolagen jauh lebih hebat dibandingkan degradasinya, sehingga keloid dapat dikatakan sebagai tumor jinak  (Sjamsuhidajat & De jong, 2011).
Jumlah penderita keloid di Dunia semakin bertambah banyak, insiden keloid pada seluruh populasi diperkirakan 3%-16%. Semua ras dapat terkena, ditemukan 65% pada yang berkulit hitam dan individu bergolongan darah A lebih rentan terhadap terbentuknya keloid. 50% masyarakat Cina dan Polinesia lebih sering menderita keloid, sedangkan orang india dan Malaysia hanya sekitar 30%, tetapi insiden tertinggi dari semua ras adalah ras asli sahara, Afrika bisa mencapai 75% terkena keloid. Sehingga suku Afrika dianggap memiliki predisposisi terhadap terjadinya keloid.
Di indonesia insiden adanya keloid belum diketahui pasti, namun dilihat dari data-data yang terdapat dalam beberapa rumah sakit diperkirakan insiden keloid di indonesia sekitar 50%. Keloid itu hanya bisa terjadi pada manusia saja. Meskipun keloid dapat terjadi pada semua golongan umur, tetapi yang sering terjadi adalah pada usia 10-30 tahun dan jarang terjadi pada bayi baru lahir. Meskipun kedua jenis kelamin dapat terkena keloid, namun prevalensi perempuan lebih banyak yang datang untuk mengobati keloidnya, terutama bila keloid ada diwajah serta tingginya frekuwensi ini dihubungkan dengan tindik telinga.
Ditinjau dari tingkat provensi, Jawa Tengah memiliki prevalensi keloid 1,5 dari total penduduk Jawa Tengah. Dari Prevelensi kejadian keloid di Kabupaten Boyolali memiliki pravalensi keloid secara keseluruhan mencapai 6,5% dari jumlah penduduk boyolali. Dari data Rekam Medik RSUD Banyudono pada tahun 2013 didapatkan data pasien keloid rawat jalan adalah 21 sedangkan yang dirawat inap adalah 4.
Keratosis Seboreik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan.
Secara global atau internasional, keratosis seboreik merupakan tumor jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboreik terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Dari uraian latar belakang diatas maka kelompok tertarik untuk membuat tulisan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Tumor Benigna yaitu  Keloid dan Seborheic Keratosis.

1.2  Manfaat
A.    Bagi Penulis
Dapat mengetahui lebih dalam tentang Keloid dan Seborheic keratosis
B.     Bagi pembaca.
1.      Dapat mengetahui tentang Keloid dan Seborheic keratosis
2.      Dapat mengetahui penyebab Keloid dan Seborheic keratosis
3.      Dapat mengetahui tanda dan gejala dari Keloid dan Seborheic keratosis
4.      Dapat mengetahui komplikasi penyakit Keloid dan Seborheic keratosis
5.      Dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Keloid dan Seborheic keratosis




BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1  Keloid
A.    Definisi
Keloid adalah pembentukan jaringan parut di kulit yang melebihi cedera awalnya akibat trauma, cedera atau luka tusuk. (Corwin J. Elizabeth,2009).
Keloid adalah jaringan parut yang luas karena hiperaktif proses penyembuhan. (Sabiston,1995)
Jadi, Keloid adalah jaringan parut dikulit yang luas karena hiperaktif proses penyembuhan.
 
B.     Etiologi
Penyebab pasti keloid masih belum diketahui pasti, ada yang menduga faktor keturunan   dan ras. Ada yang menduga trauma dan proses peradangan pada dermis merupakan faktor terpenting dalam menimbulkan keloid. Keloid dapat timbul setelah trauma pada kulit antara lain : gigitan serangga, tato, paska vaksinasi, trauma tumpul, luka bakar, luka tusuk dan pembedahan. Bahkan kehamilan dapat menstimulasi perkembangan keloid. Penyakit inflamasi seperti folikulitis, infeksi varicellazooster dan herpes simpleks atau oklusi folikular pada hidradenitissupuratif, aknekistik dapat juga membentuk skar hipertrofi maupun keloid. Keloid biasanya terbentuk 2-4 minggu atau lebih dari 1 tahun setelah trauma.

C.     Patofisiologi
Keloid dapat dijelaskan sebagai suatu variasi dari penyembuhan luka. Pada suatu luka, proses anabolik dan katabolik mencapai keseimbangan selama kurang lebih 6-8 minggu setelah suatu trauma. Pada stadium ini, kekuatan luka kurang lebih 30-40% dibandingkan kulit sehat. Seiring dengan maturnya jaringan parut (skar), kekuatan meregang dari skar juga bertambah sebagai akibat pertautan yang progresif dari serat kolagen. Pada saat itu, skar akan nampak hiperemis dan mungkin menebal, tepi penebalan ini akan berkurang secara bertahap selama beberapa bulan sampai menjadi datar, putih, lemas, dapat diregangkan sebagai suatu skar yang matur. Jika terjadi ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik dari proses penyembuhan, lebih banyak kolagen yang diproduksi dari yang dikeluarkan, dan skar bertumbuh dari segala arah. Skar sampai diatas permukaan kulit dan menjadi hiperemis.
Skar yang meluas ini akan timbul sebagai keloid dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : semua rangsang fibroplasia yang berkelanjutan (infeksi kronik, benda asing dalam luka, tidak ada regangan setempat waktu penyembuhan, regangan berlebihan pada pertautan luka), usia pertumbuhan, bakat, ras dan lokasi.
D.    Pathway
Luka

Proses penyembuhan

Maturnya jaringan parut

Kekuatan meregang dari scar yang berlebihan

Pertautan yang proyektif dari serat kolagen

Skar Hiperemis

Gangguan citra tubuh        Keloid        Menebal dan meluas     rangsangan fibroplaasia
Nyeri                                                   Infeksi Kronik
E.     Manifestasi Klinis
Lesi berupa papul, nodul, tumor dari kenyal sampai keras, tidak teratur, berbatas tegas, menebal, padat, berwarna coklat, merah muda dan merah. Lesi yang masih awal biasanya kenyal, permukaannya licin, kadang dikelilingi halo eritematosa dan mungkin juga terdapat teleangiektasis, lesi dapat disertai rasa gatal dan sakit. Gambaran selanjutnya dapat memanjang seperti cakar “claw” kadang-kadang dapat terjadi ulserasi serta bisa terbentuk sinus didalamnya. Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras, hiperpigmentasi, dan asimptomatik.

F.      Pemeriksaan Diagnostik
Pada keloid tidak perlu melakukan pemeriksaan darah. Tetapi cukup melakukan biopsi.

G.    Penatalaksanaan Medis
Berbagai cara pengobatan dapat dilakukan untuk meratakan tonjolan keloid antara lain :
1.      Injeksi Kortikosteroid (Triamcinolone acetonide) Intralesi, yaitu injeksi langsung pada permukaan keloid
2.      Pembedahan.
3.      Penekanan. Yakni penekanan denganbahan berpori-pori sepanjang hari selama 12-24 bulan. Dapat juga menggunakan plester haelan (mengandung flurandrenolone).
4.      Bedah Beku (cryotherapy) menggunakan nitrogen cair. Lebih efektif jika dikombinasi dengan injeksi kortikosteroid inralesi.
5.      Laser. Merupakan metode yang banyak dilakukan karena tidak merusak jaringan di sekitar



H.    Komplikasi
1.      Trauma keloid dapat menyebabkan erosi lesi dan menjadi sarang infeksi bakteri
2.      Rekurensi
3.      Stress psikologik jika keloid sangat luas dan menimbulkan cacat

2.2  Seborheic Keratosis
A.    Definisi
Keratosis seboreik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit (Sabiston,1995)
Keratosis seboreik adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal, sering dijumpai pada orang tua dan biasanya asimtomatik. (Siregar,2005)
Jadi, Keratosis Seboreik adalah tumor jinak yang berada diatas permukaan kulitdan sering dijumpai pada orang tua.

B.     Etiologi
Penyebab belum diketahui secara pasti. Ada yang menduga bahwa faktor keturunan memegang peranan penting. Tetapi hampir setiap orang pada akhirnya akan memiliki beberapa keratosis seboreik. Kadang disebutkan bahwa keratosis seboreik merupakan bagian dari penuaan karena lebih banyak ditemukan pada usia lanjut. Paling sering tumbuh di batang tubuh dan pelipis

C.     Patofisiologi
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi reseptor immunoreactivegrowthhormone di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis seboroik.
Frekuensi yang tinggi dari mutasi genedalanmeng-encode reseptor tyrosinekinase FGFR3 (fibroblastgrowthfactorreceptor 3) telah ditemukan pada beberapa tipe keratosis seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis dalam patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor transmembranetyrosinekinase yang ikut serta dalam memberika sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40% keratosis seboroikakantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid.
Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanositdisekitarnya dengan mensekresimelanocyte-stimulatingcytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.
D.    Pathway
Faktor penyebab

Keratosis seboreik

Poliferasi dari keratonosit

Aktivasi melanosit

Hiperpigmentasi pada keratosis

Neoplasma mirip kutil berwarna coklat

 Perubahan bentuk kulit                        Hilangnya percaya diri

Nyeri                                       Gangguan citra tubuh


E.     Manifestasi Klinis
Keratosis seboreik biasanya asimptomatik atau dapat disertai gatal awitan keratosis seboreik biasnaya dimulai dengan lesi datar, berwarna coklat muda, berbatas tegas, permukaan seperti beludru sampai verukosa halus, diameter lesi bervariasi antara beberapa mm sampai 3 cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan memberi gambaran yang khas yaitu menempel pada permukaan kulit. Iritasi atau infeksi menyebabkan lesi membengkak, kadang terjadi pendarahan, pengerasan dan warnanya semakin gelap karena inflamasi. Lesi yang telah berkembang akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak.

F.      Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan hispatologi. Komposisi keratosis sebooreik adalah sel basaloid dengan campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan hom cyst merupakan karakteristiknya.

G.    Penatalaksanaan Medis
1.    Terapi Obat
a.       Keratolyticagent
Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang, lunak, maserasi kemudian deskuamasi
b.      Amonium lactatlotion
Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang mempunyai daya keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan 5% strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi muka karena menjadikan sel-sel keratin tidak beradesi.
c.       Trichloroaceticacid
Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan iritasi lokal. Pengobatan keratosis seboroik dengan 100% trichloroaceticacid dapat menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli.
Terapi topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari dalam 16 minggu menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15 pasien.
2.    Terapi Bedah
a.       Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan sel-sel kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. Pada keratosis seboroik bila pembekuan terlalu dingin maka dapat menimbulkan skar atau hiperpigmentasi, tetapi apabila pembekuan dilakukan secara minal diteruskan dengan kuretase akan memberikan hasil yang baik secara kosmetik.
b.      Bedah listrik
Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik boiak-balik berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis denelektrokauter.
c.       Elektrodesikasi
Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa jaringan parut.
d.      Laser CO2
Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas tertentu terhadap suatu bahan/target. Oleh karena memiliki sel target dan tidak memiliki efek radiasi sebagaimana sinar lainnya, ia dapat digunakan untuk tujuan memotong jaringan, membakar jaringan pada kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Sebagai pengganti pisau bedah konvensional, memotong jaringan sekaligus membakar pembuluh darah sehingga luka praktis tidak berdarah saat memotong.
e.       Bedah scalpel
Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik.
f.       Dermabrasi
Prosedur dermabrasi dikerjakan menggunakan instrumen yang digerakkan motor 24,000 rpm dengan silinder sandpaper / wirebrush. Menggunakan anestesi lokal atau narkose. Perbaikan terjadi karena dermis yang ditipiskan dengan tehnik ini tidak akan menebal kembali. Setelah luka sembuh ditutupi epitel baru yang terbentuk diatasrawsurface. Keberhasilan dan cepatnya penyembuhan tergantung pertumbuhan sel-sel epitel, foilikel rambut, kelenjar keringat yang ada. Proses ini menyerupai penyembuhan pada donor-siteskingraft.
H.    Komplikasi
1.      Skar
2.      Perubahan warna
3.      Pembuangan tidak lengkap
4.      Rekurensi

BAB III
TINJAUAN KASUS
                   3.1     Pengkajian
A.    Identitas Pasien
Nama                           : Ny.T                 
Jenis kelamin               : Perempuan
Tanggal masuk            : 29 April 2016
Usia                             : 35 tahun
Status perkawinan       : Menikah            
Suku bangsa                : Jawa
Alamat                         : Bengkah, Demangan, Sambi, Boyolali
Agama                         : Islam                  
Pekerjaan                     : Ibu Rumah Tangga 
Pendidikan                  : SMA
B.     Penanggung Jawab      
Nama                              : Tn.T
Agama                            : Islam
Pendidikan                     : SMA
Pekerjaan                        : Pegawai Swasta
            Status Pendidikan          : Menikah
Alamat                            : Bengkah, Demangan, Sambi, Boyolali
Hubungan dengan klien : Suami Klien
C.     Riwayat Keperawatan Sekarang
1.      Keluhan utama
Terdapat benjolan pada perut
2.      Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sejak 5 tahun yang lalu, terdapat bekas luka jahit yang semakin lama semakin membesar. Klien mengatakan tidak ada nyeri, klien mengatakan rasa gatal yang hebat pada bekas luka jahitnya. Saat rasa gatal muncul klien hanya mengobati dengan kompres hangat, karena menurut klien air hangat dapat mengurangi rasa gatalnya. Semakin lama karena benjolan semakin membesar klien mengatakan sangat cemas. Klien mengatakan sangat sering merasa gatal jika terkena keringat. Rasa gatal hanya terlokasi di daerah perut dan tidak menjalar. Raasa gatal yang dirasakan sangat hebat hingga kulit sekitar benjolan memerah. Gatal timbul secara bertahap, dan berlangsung lama jika tidak dikompres.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan saat melahirkan 2x operasi caecar.
D.    Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan, kulit ayah dan ibu klien sangat sensitif terhadap alergen
E.     Kebutuhan Dasar Pola Fungsi Gordon
1.      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan  :
Selama ini apabila pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit maka akan periksa ke dokter ataupun di bawa ke rumah sakit.
2.      Pola Nutrisi metabolik :
Saat ini klien mendapatkan diet TIM,  klien mengatakan klien susah makan sejak sebelum sakit biasanya hanya makan pagi dan sore saja dan paling hanya 5-7 sendok makan, pada saat dikaji klien mengatakan klien makan hanya 1-3 sendok.
3.      Pola eliminasi :
Sebelum sakit klien biasanya BAB 1x /hari BAK: 4-6x/hari
Pada saat dikaji klien belum BAB dan BAK : 5 x/hari
4.      Pola tidur dan istirahat :
Sebelum sakit klien tidur sekitar pukul 21.30 s.d 04.00, tidur siang 1x  dengan konsistensi 1 jam , pada saat sakit klien tidur sekitar jam 22.30  sampai jam 04.00 dan tidak tidur siang.
5.      Pola aktivitas dan latihan :
Sebelum sakit klien tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dan saak sakit juga klien tidak ada keluhan dalam aktivitasnya
6.      Pola persepsi kognitif:
Tidak ada keluhan tentang penglihatan, penciuman, pendengaran dan perabaan, klien  berumur 35 tahun kemampuan kognitifnya baik.
7.      Pola persepsi dan konsep diri :
klien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah.
8.      Pola peran hubungan dengan sesama :
Hubungan dengan keluarga, dengan orang lain dan perawat baik.
9.      Pola reproduksi dan seksualitas :
Klien berjenis kelamin perempuan usia 35 tahun, mempunyai anak 2
10.  Pola nilai dan kepercayaan  :
Tidak ada nilai-nilai keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.
F.      Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum        : Compos mentis.
2.      Tanda – tanda vital 
Tekanan Darah        : 120/70 mmHg
Suhu                                    : 370 C
Respirasi                  : 22 x/menit
Nadi                         : 88 x/menit
3.      Pemeriksaan fisik     :
a.       Kepala :
Warna rambut hitam, lurus, tersisir rapi dan bersih.
b.      Mata :
Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, Pupil normal berbentuk bulat, dan reflek cahaya langsung.
c.       Hidung :
Tidak ada polip, rongga hidung bersih, tidak ada cuping hidung
d.      Mulut :
Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna merah muda, lidah bersih, mukosa kering.
e.       Telinga :
Daun telinga simetris  antara kanan dan kiri, bersih tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik.
f.       Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis.
g.      Dada     :
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi   : Fremitus normal antara sisi kanan dan kiri.
Perkusi  : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi         : Suara dasar vesikuler, tidak terdapat bunyi ronchi
h.      Abdomen :
Inspeksi                : Perutdatar,lemas, terdapat bekas luka jahir dan terdapat benjolan di bekas luka jahit.
Auskultasi           : Peristaltik usus normal 12 x/ menit.
Palpasi                 : Tidak ada pembesaran hepar
Perkusi (usus): Timpani
i.        Ekstremitas       :
Anggota gerak normal, tonus otot 5
G.    Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
DS :
klien mengeluh gatal pada daerah abdomen
DO :
-    klien tampak meringis
-    daerah abdomen tampak merah
-    klien tampak perilaku menjaga atau sikap melindungi

Luka

Proses penyembuhan

Maturnya jaringan parut

Kekuatan meregang dari scar yang berlebihan

Pertautan yang proyektif dari serat kolagen

Skar Hiperemis

Menebal dan meluas

Keloid

Nyeri

Nyeri
2
DS :
Klien mengatakan malu dengan benjolan yang ada di perut
DO :
-          klien terlihat tidak ingin memperlihatkan lukanya
-          klien terlihat cemas
Skar Hiperemis

Menebal dan meluas

Keloid

Gangguan Citra tubuh
Gangguan Citra tubuh
3.2  Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan penyebab fisik ditandai dengan adanya lesi
2.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik ditandai dengan penampakan kulit yang tidak bagus

3.3  Intervensi
1.      Nyeri akut berhubungan dengan penyebab fisik ditandai dengan adanya lesi
Tujuan :
Dalam 2x24 jam diharapkan nyeri yang ditandai rasa gatal hilang. Dengan kriteria hasil :
a.       Mencapai peredaan gangguan rasa nyeri
b.      Mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda
c.       Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan
d.      Mematuhi terapi yang diprogramkan
e.       Pertahankan keadekuatan hidraasi dan lubrikasi kulit
f.       Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat
Intervensi :
a.       Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional:  Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.
b.      Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan  pengobatan.
c.       Antisipasi reaksi alergi  (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi obat.
d.      Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
e.       Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.
f.       Gunakan sabun ringan /sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
g.      Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan  di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
h.      Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang "keras" dapat menimbulkan iritasi.
i.        Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit
j.        Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.
k.      Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
l.        Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
m.    Menggunakan terapi  topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
n.      Membantu klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping biasanya meningkatkan kenyamanan.
o.      Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep Dokter.
Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh  iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri
2.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik ditandai dengan penampakan kulit yang tidak bagus
Tujuan :
Dalam 1x24 jam klien mampu mengataasi ketidaknyamanannya dan mampu mengatasi kecemasannya. dengan kriteria hasil :
a.       Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b.      Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c.       Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
d.      Menggunakan obat topikal dengan tepat.
e.       Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
a.       Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b.      Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c.       Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional:  klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d.      Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu  terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e.       Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f.       Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional:  membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

3.4  Evidance Based
Dalam jurnal yang berjudul Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik didapatkan Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih bersifat empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestedan pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut berupa gellike transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan + 3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan parut atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali
Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan parut mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya jaringan parut hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan parut abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka) Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan setelah 6 bulan. Selain itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan sederhana sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi dari silicone, temperatur ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut, tetapi mungkin akibat efek peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi

BAB IV
PENUTUP
                   4.1     Kesimpulan
Keloid adalah jaringan parut dikulit yang luas karena hiperaktif proses penyembuhan.
Keratosis Seboreik adalah tumor jinak yang berada diatas permukaan kulit dan sering dijumpai pada orang tua.
Penyebab dari tumor maligna ini belum diketahui secara pasti, tetapi banyak orang berpendapat bahwa kedua penyakit ini disebabkan oleh genetik atau ras. Tetapi pada penyakit keratosis seboreik, banyak orang yang berpendapat bahwa penyakit ini disebabkan karena faktor usia.
Tanda dan gejala yang muncul dalam penyakit ini yaitu adanya rasa gatal. Perbedaannya yaitu pada penyakit keloid kebanyakan disebabkan oleh bekas luka jahitan dan bekas luka lainnya. Pada penyakit keratosis seboreik ini muncul saat usia tua.

 
Daftar Pustaka

Brunner.,dan Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta:EGC.
Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi 3.Jakarta:EGC.
Doenges,Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Prndokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3.Jakarta:EGC.
Harahap,M.2000.Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta:Hipokrates.
Sabiston.1995.Buku Ajar Bedah Bagian 1.Jakarta:EGC.
Siregar,R.A.2005.Saripati Penyakit Kulit.Jakarta:EGC.
Sjamsuhidayat,r.2011.Buku Ajar ilmu Bedah De Jong.Jakarta:EGC.
Sukasah,Chaula L.2007. “Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik”. Maj Kedokt Indon,Volume: 57, Nomor: 2, Februari 2007.Jakarta
Wong, Donna L.2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong;alih bahasa, Dr. Andry Hartono; editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnianingsih. Edisi 6. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar