BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh kita terdiri dari sel-sel yang bisa
tumbuh dan tanpa terkontrol dan membentuk suatu gumpalan. Bila pada suatu
tempat tubuh kita terdapat sel-sel yang berlebihan, maka akan terjadi benjolan
atau tumor. Tumor ada yang bersifat jinak dan ganas. Tumur jinak inilah yang
dinamakan keloid dan keratosis seboroik (Dianandra, 2009).
Keloid adalah kelainan kulit yang terjadi
akibat depisisi kolagen secara berlebihan selama proses proliferasi penyembuhan
luka. Deposisi kolagen terus terjadi karena sintesis kolagen jauh lebih hebat
dibandingkan degradasinya, sehingga keloid dapat dikatakan sebagai tumor jinak (Sjamsuhidajat & De jong, 2011).
Jumlah penderita keloid di Dunia semakin
bertambah banyak, insiden keloid pada seluruh populasi diperkirakan 3%-16%.
Semua ras dapat terkena, ditemukan 65% pada yang berkulit hitam dan individu
bergolongan darah A lebih rentan terhadap terbentuknya keloid. 50% masyarakat
Cina dan Polinesia lebih sering menderita keloid, sedangkan orang india dan
Malaysia hanya sekitar 30%, tetapi insiden tertinggi dari semua ras adalah ras
asli sahara, Afrika bisa mencapai 75% terkena keloid. Sehingga suku Afrika
dianggap memiliki predisposisi terhadap terjadinya keloid.
Di indonesia insiden adanya keloid belum
diketahui pasti, namun dilihat dari data-data yang terdapat dalam beberapa
rumah sakit diperkirakan insiden keloid di indonesia sekitar 50%. Keloid itu
hanya bisa terjadi pada manusia saja. Meskipun keloid dapat terjadi pada semua
golongan umur, tetapi yang sering terjadi adalah pada usia 10-30 tahun dan
jarang terjadi pada bayi baru lahir. Meskipun kedua jenis kelamin dapat terkena
keloid, namun prevalensi perempuan lebih banyak yang datang untuk mengobati
keloidnya, terutama bila keloid ada diwajah serta tingginya frekuwensi ini dihubungkan
dengan tindik telinga.
Ditinjau dari tingkat provensi, Jawa Tengah
memiliki prevalensi keloid 1,5 dari total penduduk Jawa Tengah. Dari Prevelensi
kejadian keloid di Kabupaten Boyolali memiliki pravalensi keloid secara
keseluruhan mencapai 6,5% dari jumlah penduduk boyolali. Dari data Rekam Medik
RSUD Banyudono pada tahun 2013 didapatkan data pasien keloid rawat jalan adalah
21 sedangkan yang dirawat inap adalah 4.
Keratosis Seboreik merupakan tumor jinak kulit
yang paling banyak muncul pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi
dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan.
Secara global atau internasional, keratosis
seboreik merupakan tumor jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi
di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboreik terlihat
meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Dari uraian latar belakang diatas maka kelompok
tertarik untuk membuat tulisan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Tumor
Benigna yaitu Keloid dan Seborheic
Keratosis.
1.2 Manfaat
A. Bagi
Penulis
Dapat mengetahui lebih
dalam tentang Keloid dan Seborheic keratosis
B. Bagi
pembaca.
1. Dapat
mengetahui tentang Keloid dan Seborheic keratosis
2. Dapat
mengetahui penyebab Keloid dan Seborheic keratosis
3. Dapat
mengetahui tanda dan gejala dari Keloid dan Seborheic keratosis
4. Dapat
mengetahui komplikasi penyakit Keloid dan Seborheic keratosis
5. Dapat
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Keloid dan Seborheic keratosis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Keloid
A.
Definisi
Keloid adalah pembentukan jaringan parut di
kulit yang melebihi cedera awalnya akibat trauma, cedera atau luka tusuk.
(Corwin J. Elizabeth,2009).
Keloid adalah jaringan parut yang luas karena
hiperaktif proses penyembuhan. (Sabiston,1995)
Jadi, Keloid adalah jaringan parut dikulit yang
luas karena hiperaktif proses penyembuhan.
B.
Etiologi
Penyebab pasti keloid masih belum diketahui
pasti, ada yang menduga faktor keturunan dan
ras. Ada yang menduga trauma dan proses peradangan pada dermis merupakan faktor
terpenting dalam menimbulkan keloid. Keloid dapat timbul setelah trauma pada
kulit antara lain : gigitan serangga, tato, paska vaksinasi, trauma tumpul,
luka bakar, luka tusuk dan pembedahan. Bahkan kehamilan dapat menstimulasi
perkembangan keloid. Penyakit inflamasi seperti folikulitis, infeksi
varicellazooster dan herpes simpleks atau oklusi folikular pada
hidradenitissupuratif, aknekistik dapat juga membentuk skar hipertrofi maupun
keloid. Keloid biasanya terbentuk 2-4 minggu atau lebih dari 1 tahun setelah
trauma.
C.
Patofisiologi
Keloid
dapat dijelaskan sebagai suatu variasi dari penyembuhan luka. Pada suatu luka,
proses anabolik dan katabolik mencapai keseimbangan selama kurang lebih 6-8
minggu setelah suatu trauma. Pada stadium ini, kekuatan luka kurang lebih
30-40% dibandingkan kulit sehat. Seiring dengan maturnya jaringan parut (skar),
kekuatan meregang dari skar juga bertambah sebagai akibat pertautan yang
progresif dari serat kolagen. Pada saat itu, skar akan nampak hiperemis dan mungkin
menebal, tepi penebalan ini akan berkurang secara bertahap selama beberapa
bulan sampai menjadi datar, putih, lemas, dapat diregangkan sebagai suatu skar
yang matur. Jika terjadi ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik
dari proses penyembuhan, lebih banyak kolagen yang diproduksi dari yang
dikeluarkan, dan skar bertumbuh dari segala arah. Skar sampai diatas permukaan
kulit dan menjadi hiperemis.
Skar
yang meluas ini akan timbul sebagai keloid dengan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain : semua rangsang fibroplasia yang berkelanjutan (infeksi
kronik, benda asing dalam luka, tidak ada regangan setempat waktu penyembuhan,
regangan berlebihan pada pertautan luka), usia pertumbuhan, bakat, ras dan
lokasi.
D.
Pathway
Luka
Proses penyembuhan
Maturnya jaringan parut
Kekuatan meregang dari
scar yang berlebihan
Pertautan yang proyektif
dari serat kolagen
Skar Hiperemis
Gangguan citra tubuh
Keloid Menebal dan meluas rangsangan fibroplaasia
Nyeri Infeksi
Kronik
E.
Manifestasi Klinis
Lesi berupa papul, nodul, tumor dari kenyal
sampai keras, tidak teratur, berbatas tegas, menebal, padat, berwarna coklat,
merah muda dan merah. Lesi yang masih awal biasanya kenyal, permukaannya licin,
kadang dikelilingi halo eritematosa dan mungkin juga terdapat teleangiektasis,
lesi dapat disertai rasa gatal dan sakit. Gambaran selanjutnya dapat memanjang
seperti cakar “claw” kadang-kadang dapat terjadi ulserasi serta bisa terbentuk
sinus didalamnya. Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras,
hiperpigmentasi, dan asimptomatik.
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Pada keloid tidak perlu melakukan pemeriksaan darah. Tetapi cukup
melakukan biopsi.
G.
Penatalaksanaan Medis
Berbagai cara pengobatan dapat dilakukan untuk meratakan tonjolan keloid
antara lain :
1.
Injeksi Kortikosteroid
(Triamcinolone acetonide) Intralesi, yaitu injeksi langsung pada permukaan
keloid
2.
Pembedahan.
3.
Penekanan. Yakni penekanan
denganbahan berpori-pori sepanjang hari selama 12-24 bulan. Dapat juga
menggunakan plester haelan
(mengandung flurandrenolone).
4.
Bedah Beku (cryotherapy)
menggunakan nitrogen cair. Lebih efektif jika dikombinasi dengan injeksi
kortikosteroid inralesi.
5.
Laser. Merupakan metode yang
banyak dilakukan karena tidak merusak jaringan di sekitar
H.
Komplikasi
1.
Trauma keloid dapat menyebabkan
erosi lesi dan menjadi sarang infeksi bakteri
2.
Rekurensi
3.
Stress psikologik jika keloid
sangat luas dan menimbulkan cacat
2.2
Seborheic Keratosis
A. Definisi
Keratosis seboreik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang
tua berupa tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit
(Sabiston,1995)
Keratosis seboreik adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi
epidermal, sering dijumpai pada orang tua dan biasanya asimtomatik.
(Siregar,2005)
Jadi, Keratosis Seboreik adalah tumor jinak yang berada diatas
permukaan kulitdan sering dijumpai pada orang tua.
B. Etiologi
Penyebab belum diketahui secara pasti. Ada yang
menduga bahwa faktor keturunan memegang peranan penting. Tetapi hampir setiap
orang pada akhirnya akan memiliki beberapa keratosis seboreik. Kadang
disebutkan bahwa keratosis seboreik merupakan bagian dari penuaan karena lebih
banyak ditemukan pada usia lanjut. Paling sering tumbuh di batang tubuh dan
pelipis
C. Patofisiologi
Epidermal
Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam pembentukan
keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi reseptor
immunoreactivegrowthhormone di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis
seboroik.
Frekuensi
yang tinggi dari mutasi genedalanmeng-encode reseptor tyrosinekinase FGFR3
(fibroblastgrowthfactorreceptor 3) telah ditemukan pada beberapa tipe keratosis
seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis dalam
patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor
transmembranetyrosinekinase yang ikut serta dalam memberika sinyal transduksi
guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi
FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40% keratosis seboroikakantosis,
dan 85% keratosis seboroik adenoid.
Keratosis
Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis
seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari
melanositdisekitarnya dengan mensekresimelanocyte-stimulatingcytokines.
Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada
melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting
dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.
D. Pathway
Faktor penyebab
Keratosis seboreik
Poliferasi dari
keratonosit
Aktivasi melanosit
Hiperpigmentasi pada
keratosis
Neoplasma mirip kutil
berwarna coklat
Perubahan bentuk kulit Hilangnya percaya diri
Nyeri Gangguan
citra tubuh
E. Manifestasi Klinis
Keratosis seboreik biasanya asimptomatik atau
dapat disertai gatal awitan keratosis seboreik biasnaya dimulai dengan lesi
datar, berwarna coklat muda, berbatas tegas, permukaan seperti beludru sampai
verukosa halus, diameter lesi bervariasi antara beberapa mm sampai 3 cm. Lama
kelamaan lesi akan menebal, dan memberi gambaran yang khas yaitu menempel pada
permukaan kulit. Iritasi atau infeksi menyebabkan lesi membengkak, kadang
terjadi pendarahan, pengerasan dan warnanya semakin gelap karena inflamasi.
Lesi yang telah berkembang akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup
oleh skuama berminyak.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain pemeriksaan hispatologi. Komposisi keratosis sebooreik adalah sel
basaloid dengan campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan hom cyst
merupakan karakteristiknya.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
Obat
a. Keratolyticagent
Dapat menyebabkan epitelium yang
menanduk menjadi mengembang, lunak, maserasi kemudian deskuamasi
b. Amonium
lactatlotion
Mengandung asam laktat dan asam alfa
hidroxi yang mempunyai daya keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel
keratin. Sedian 15% dan 5% strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi
muka karena menjadikan sel-sel keratin tidak beradesi.
c. Trichloroaceticacid
Membakar kulit, keratin dan jaringan
lainya. Dapat menyebabkan iritasi lokal. Pengobatan keratosis seboroik dengan
100% trichloroaceticacid dapat menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus
ditangan profesional yang ahli.
Terapi topikal dapat digunakan
tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari dalam 16 minggu menunjukkan perbaikan
keratosis seborik pada 7 dari 15 pasien.
2. Terapi
Bedah
a. Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan
cryogen bisa berupa nitrogen cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah
dengan membekukan sel-sel kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal.
Pada keratosis seboroik bila pembekuan terlalu dingin maka dapat menimbulkan
skar atau hiperpigmentasi, tetapi apabila pembekuan dilakukan secara minal
diteruskan dengan kuretase akan memberikan hasil yang baik secara kosmetik.
b. Bedah
listrik
Bedah listrik (electrosurgery) adalah
suatu cara pembedahan atau tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan
arus listrik boiak-balik berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan
destruksi jaringan secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup
estetis den aman baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan
dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi,
elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis denelektrokauter.
c. Elektrodesikasi
Merupakan salah satu teknik bedah
listrik. Elektrodesikasi dan kuret dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal,
awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan
elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas,
praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini
sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa jaringan
parut.
d. Laser
CO2
Sinar Laser adalah suatu gelombang
elektromagnetik yang memiliki panjang tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan
memiliki afinitas tertentu terhadap suatu bahan/target. Oleh karena memiliki
sel target dan tidak memiliki efek radiasi sebagaimana sinar lainnya, ia dapat
digunakan untuk tujuan memotong jaringan, membakar jaringan pada kedalaman
tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Sebagai
pengganti pisau bedah konvensional, memotong jaringan sekaligus membakar
pembuluh darah sehingga luka praktis tidak berdarah saat memotong.
e. Bedah
scalpel
Satu cara konservatif namun tetap
dipakai sampai sekarang ialah bedah skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering
tidak terlihat sama dengan tepi lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini
dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa
terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta
perbaikan kosmetis yang sangat baik.
f. Dermabrasi
Prosedur dermabrasi dikerjakan
menggunakan instrumen yang digerakkan motor 24,000 rpm dengan silinder
sandpaper / wirebrush. Menggunakan anestesi lokal atau narkose. Perbaikan
terjadi karena dermis yang ditipiskan dengan tehnik ini tidak akan menebal
kembali. Setelah luka sembuh ditutupi epitel baru yang terbentuk diatasrawsurface.
Keberhasilan dan cepatnya penyembuhan tergantung pertumbuhan sel-sel epitel,
foilikel rambut, kelenjar keringat yang ada. Proses ini menyerupai penyembuhan
pada donor-siteskingraft.
H. Komplikasi
1. Skar
2. Perubahan warna
3. Pembuangan tidak lengkap
4. Rekurensi
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A.
Identitas
Pasien
Nama :
Ny.T
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 29 April 2016
Usia : 35 tahun
Status
perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Bengkah, Demangan, Sambi, Boyolali
Agama :
Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
B. Penanggung
Jawab
Nama : Tn.T
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status Pendidikan : Menikah
Status Pendidikan : Menikah
Alamat : Bengkah, Demangan, Sambi, Boyolali
Hubungan dengan
klien : Suami Klien
C. Riwayat
Keperawatan Sekarang
1. Keluhan
utama
Terdapat benjolan pada
perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sejak 5 tahun yang lalu, terdapat bekas luka jahit yang
semakin lama semakin membesar. Klien mengatakan tidak ada nyeri, klien
mengatakan rasa gatal yang hebat pada bekas luka jahitnya. Saat rasa gatal
muncul klien hanya mengobati dengan kompres hangat, karena menurut klien air
hangat dapat mengurangi rasa gatalnya. Semakin lama karena benjolan semakin
membesar klien mengatakan sangat cemas. Klien mengatakan sangat sering merasa
gatal jika terkena keringat. Rasa gatal hanya terlokasi di daerah perut dan
tidak menjalar. Raasa gatal yang dirasakan sangat hebat hingga kulit sekitar
benjolan memerah. Gatal timbul secara bertahap, dan berlangsung lama jika tidak
dikompres.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien
mengatakan saat melahirkan 2x operasi caecar.
D.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Klien
mengatakan, kulit ayah dan ibu klien sangat sensitif terhadap alergen
E.
Kebutuhan Dasar Pola
Fungsi Gordon
1. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Selama ini apabila
pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit maka akan periksa ke dokter ataupun
di bawa ke rumah sakit.
2. Pola
Nutrisi metabolik :
Saat ini klien
mendapatkan diet TIM, klien mengatakan
klien susah makan sejak sebelum sakit biasanya hanya makan pagi dan sore saja
dan paling hanya 5-7 sendok makan, pada saat dikaji klien mengatakan klien
makan hanya 1-3 sendok.
3. Pola
eliminasi :
Sebelum sakit klien biasanya BAB 1x
/hari BAK: 4-6x/hari
Pada saat dikaji klien belum BAB dan
BAK : 5 x/hari
4. Pola
tidur dan istirahat :
Sebelum sakit klien
tidur sekitar pukul 21.30 s.d 04.00, tidur siang 1x dengan konsistensi 1
jam , pada saat sakit klien tidur sekitar jam 22.30 sampai jam 04.00 dan
tidak tidur siang.
5. Pola
aktivitas dan latihan :
Sebelum sakit klien
tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dan saak sakit juga klien tidak ada
keluhan dalam aktivitasnya
6. Pola
persepsi kognitif:
Tidak ada keluhan
tentang penglihatan, penciuman, pendengaran dan perabaan, klien berumur
35 tahun kemampuan kognitifnya baik.
7. Pola
persepsi dan konsep diri :
klien mengatakan ingin
cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah.
8. Pola
peran hubungan dengan sesama :
Hubungan dengan
keluarga, dengan orang lain dan perawat baik.
9. Pola
reproduksi dan seksualitas :
Klien berjenis kelamin perempuan
usia 35 tahun, mempunyai anak 2
10. Pola
nilai dan kepercayaan :
Tidak ada nilai-nilai
keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.
F. Pemeriksaan
Fisik
1. Keadaan
umum : Compos mentis.
2. Tanda
– tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Suhu : 370 C
Respirasi : 22 x/menit
Nadi : 88 x/menit
3. Pemeriksaan
fisik :
a. Kepala
:
Warna rambut hitam,
lurus, tersisir rapi dan bersih.
b. Mata
:
Simetris, sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis, Pupil
normal berbentuk bulat, dan reflek cahaya langsung.
c. Hidung
:
Tidak ada polip,
rongga
hidung bersih, tidak ada cuping hidung
d. Mulut
:
Mulut
bersih, tidak berbau, bibir berwarna merah
muda, lidah bersih, mukosa kering.
e. Telinga
:
Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, bersih tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik.
f. Leher
:
Tidak
terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis.
g. Dada :
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Fremitus normal antara sisi kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak terdapat bunyi ronchi
h. Abdomen
:
Inspeksi
: Perutdatar,lemas, terdapat bekas luka jahir dan terdapat
benjolan di bekas luka jahit.
Auskultasi
: Peristaltik usus normal 12 x/ menit.
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar
Perkusi (usus): Timpani
i.
Ekstremitas :
Anggota gerak normal,
tonus otot 5
G. Analisa
Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS
:
klien
mengeluh gatal pada daerah abdomen
DO
:
- klien
tampak meringis
- daerah
abdomen tampak merah
- klien
tampak perilaku menjaga atau sikap melindungi
|
Luka
Proses penyembuhan
Maturnya jaringan
parut
Kekuatan meregang dari
scar yang berlebihan
Pertautan yang
proyektif dari serat kolagen
Skar Hiperemis
Menebal dan meluas
Keloid
Nyeri
|
Nyeri
|
2
|
DS
:
Klien
mengatakan malu dengan benjolan yang ada di perut
DO
:
-
klien terlihat tidak
ingin memperlihatkan lukanya
-
klien terlihat cemas
|
Skar Hiperemis
Menebal dan meluas
Keloid
Gangguan
Citra tubuh
|
Gangguan
Citra tubuh
|
3.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
penyebab fisik ditandai dengan adanya lesi
2.
Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan biofisik ditandai dengan penampakan kulit yang tidak bagus
3.3
Intervensi
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
penyebab fisik ditandai dengan adanya lesi
Tujuan :
Dalam 2x24 jam diharapkan nyeri yang ditandai rasa gatal hilang.
Dengan kriteria hasil :
a.
Mencapai peredaan gangguan rasa
nyeri
b.
Mengutarakan dengan kata-kata
bahwa gatal telah reda
c.
Memperlihatkan tidak adanya gejala
ekskoriasi kulit karena garukan
d.
Mematuhi terapi yang diprogramkan
e.
Pertahankan keadekuatan hidraasi
dan lubrikasi kulit
f.
Menunjukkan kulit utuh dan
penampilan kulit yang sehat
Intervensi :
a. Temukan
penyebab nyeri/gatal
Rasional: Membantu
mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.
b. Catat
hasil observasi secara rinci.
Rasional: Deskripsi
yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan.
c. Antisipasi
reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam
menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi
alergi obat.
d. Pertahankan
kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban
yang rendah, kulit akan kehilangan air.
e. Pertahankan
lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan
mengurangi gatal.
f. Gunakan
sabun ringan /sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
Rasional: Upaya ini
mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
g. Lepaskan
kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan
lingkungan yang sejuk.
h. Cuci
linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang
"keras" dapat menimbulkan iritasi.
i.
Hentikan pemajanan
berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap
subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis akan mengubah
fungsi barier kulit
j.
Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan
air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.
k. Mengatasi
kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang
kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
l.
Menjaga agar kuku
selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi
kerusakan kulit akibat garukan
m. Menggunakan
terapi topikal.
Rasional: Membantu
meredakan gejala.
n. Membantu
klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping
biasanya meningkatkan kenyamanan.
o. Nasihati
klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep Dokter.
Rasional: Masalah klien
dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri
2.
Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan biofisik ditandai dengan penampakan kulit yang tidak bagus
Tujuan :
Dalam 1x24 jam klien
mampu mengataasi ketidaknyamanannya dan mampu mengatasi kecemasannya. dengan
kriteria hasil :
a. Memiliki
pemahaman terhadap perawatan kulit.
b. Mengikuti
terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c. Melaksanakan
mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
d. Menggunakan
obat topikal dengan tepat.
e. Memahami
pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi
:
a. Kaji
adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri.
Rasional: Gangguan
citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien,
kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b. Identifikasi
stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat
hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman
klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan
kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien
membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d. Nilai
rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan
kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak
perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi
klien .
e. Dukung
upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu
meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f. Mendorong
sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu
meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
3.4 Evidance Based
Dalam jurnal yang berjudul Penggunaan Silicone Gel Sheet pada
Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik
didapatkan Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih
bersifat empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap
jaringan parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri,
parestedan pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik
Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam
penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut
berupa gellike transparent, flexible, inert sheet dengan
ketebalan + 3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun
jaringan parut hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade
silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon
membrane backing. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan
parut atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan
dipakai kembali
Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran
tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada kulit dengan kelainan
dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan
pada stadium awal ketika jaringan parut mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya
jaringan parut hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk
menderita jaringan parut abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat
parut hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan
untuk menggunakan silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh
(setelah pengangkatan jahitan pada luka) Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut
terlihat ketika direkatkan pada keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12
jam setiap hari, di mana ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan
setelah 6 bulan. Selain itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak
invasif dan sederhana sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone
gel sheet belum banyak diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek
penekanan, aktivitas kimiawi dari silicone, temperatur ataupun
perubahan oksigenasi pada jaringan parut, tetapi mungkin akibat efek
peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena silicone gel sheet memiliki
tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi pada jaringan parut
tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan jaringan parut
hipertrofik yang sedang diterapi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keloid adalah jaringan parut dikulit
yang luas karena hiperaktif proses penyembuhan.
Keratosis Seboreik adalah tumor jinak
yang berada diatas permukaan kulit dan sering dijumpai pada orang tua.
Penyebab dari tumor maligna ini belum
diketahui secara pasti, tetapi banyak orang berpendapat bahwa kedua penyakit ini
disebabkan oleh genetik atau ras. Tetapi pada penyakit keratosis seboreik,
banyak orang yang berpendapat bahwa penyakit ini disebabkan karena faktor usia.
Tanda dan gejala yang muncul dalam
penyakit ini yaitu adanya rasa gatal. Perbedaannya yaitu pada penyakit keloid
kebanyakan disebabkan oleh bekas luka jahitan dan bekas luka lainnya. Pada
penyakit keratosis seboreik ini muncul saat usia tua.
Daftar
Pustaka
Brunner.,dan Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi
8.Jakarta:EGC.
Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi
3.Jakarta:EGC.
Doenges,Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Prndokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3.Jakarta:EGC.
Harahap,M.2000.Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta:Hipokrates.
Sabiston.1995.Buku Ajar Bedah Bagian 1.Jakarta:EGC.
Siregar,R.A.2005.Saripati Penyakit Kulit.Jakarta:EGC.
Sjamsuhidayat,r.2011.Buku Ajar ilmu Bedah De Jong.Jakarta:EGC.
Sukasah,Chaula
L.2007. “Penggunaan Silicone Gel
Sheet pada Keloid dan
Jaringan Parut Hipertrofik”. Maj Kedokt Indon,Volume: 57, Nomor: 2, Februari 2007.Jakarta
Wong, Donna
L.2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong;alih bahasa, Dr.
Andry Hartono; editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnianingsih. Edisi 6. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar